I.
Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif
Beberapa tahun yang lalu, seorang filsuf
politikus terkemuka, Isaiah Berlin secara resmi merangka perbedaan antara dua
prespektif ini sebagai perbedaan antara dua konsep kebebasan yang berlawanan:
kebebasan positif dan kebebasan negatif. sebagai dua aliran dalam filosofi
politik demokratis – dua model yang membedakan John Locke dari Jean-Jacques
Rousseau. Keduanya mempengaruhi motivasi hidup seseorang dalam lingkungan
tertentu.
Kebebasan negatif adalah adalah bebas dari
hambatan dan diperintah oleh orang lain. William Ernest Hockin, Freedom of
the Pers: A Framework of Principle (1947). Hockin menyatakan definisi
kebebasan berbeda dari liberalisme klasik dimana kebebasan (negatif) berarti
tidak adanya batasan.
Kebebasan positif adalah tersedianya
kesempatan untuk menjadi penentu atas kehidupan Anda sendiri dan untuk
membuatnya bermakna dan signifikan. Kebebasan positif adalah poros konseptual
tempat berkembangnya tanggung jawab sosial. Implikasi hukum dari kebebasan
positif dikembangkan oleh Zechariah Chafee dalam karya dua jilid nya Government
and Mass Communciation (1947).
II.
Batas-batas Kebebasan
Kebebasan
mempunyai beberapa batas-batasan. Batasan ini ada agar kita bisa mengendalikan
pemikiran kita mengenai kebebasan itu.
- Faktor-faktor dari dalam
Kebebasan
pertama-tama dibatasi oleh faktor-faktor dari dalam, baik fisik maupun psikis.
- Lingkungan
Kebabasan yang dibatasai oleh lingkungan, baik
ilmiah maupun sosial. Lingkungan ini sangat menentukan pandangan kita mengenai
kebebasan. Karena di setiap lingkungan yang berbeda maka mereka mempunya
pandangan yang berbeda pula.
- Orang Lain
Dalam budaya Barat, undang-undanglah yang
menentukan batasan kebebasan dan undang-undang ini hanya menyoroti masalah
sosial yang ada. Artinya, undang-undang mengatakan bahwa kebebasan seorang
tidak boleh menodai kebebasan orang lain dan membahayakan kepentingan mereka.
Setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing dan hal tersebut menjadi
pembatas bagi kebebasan menusia yang lainnya. Hak setiap manusia atas kebebasan
yang sama.
Sejalan dengan ketentuan peraluran
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana
tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi.
Ayat dua (2) dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya,
setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh
undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap
hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi
moralitas, ketertiban. serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
- Generasi-generasi mendatang
Kebebasan juga dibatasi oleh masa depan umat
manusia, atau generasi mendatang. Kebebasan kita dalam menggunakan sumber daya
sampai poin tertentu, sehingga generasi kedepan juga bias menggunakan alam
sebagai dasar kebutuhan hidupnya, atau istilahnya adalah sustainable
development (pembangunan berkelanjutan)
III.
Kebebasan dan Determenisme
Kebebasan merupakan persoalan yang, paling
tidak, sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri.persoalan kebebasan telah
merambah ke wilayah politik dan ekonomi. Determinisme maksudnya adalah
kejadian-kejadian dalam alam berkaitan satu sama lain menurut keterikatan yang
tetap, sehingga satu kejadian pasti mengakibatkan kejadian lain. Dengan itu
hubungan determinisme dan kebebasan dapat dilukiskan dengan baik. Dalam alam di
luar manusia pada prinsipnya terdapat kemungkinan sepenuhnya untuk mengadakan
ramalan. Kemungkinan itu hanya dibatasi oleh keterbatasan dan teknik manusia.
Kemungkinan untuk meramal adalah relatif besar dalam kaitan dengan pola-pola
tingkah laku kelompok besar manusia yang melakukan hal-hal normal atau yang
berkelakuan secara rutin. Disini terjadi bahwa manusia mengikuti motif-motif yang
berlaku bagi masyarakat kebanyakan. Kemungkinan hampir sepenuhnya untuk meramal
pada perbuatan-perbuatan manusia yang dijalankan menurut suatu rencana.
Keputusan yang diambil manusia perorangan pada prinsipnya tidak bisa
diramalkan, terutama kalau keputusan itu menyangkut suatu hal penting.
Hampir semua filsuf, entah eksistensialis,
fenomenologis, ataupun tomis membenarkan kebebasan kehendak manusia.“Kita
mempunyai kesan ‘bahwa kita bebas’ karena kita tidak sadar akan motif-motif
yang menetukan kita. Motif-motif itu tidak kita sadar”. Itulah bentuk
determinisme dari beberapa penganut Freud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar