I.
Kebebasan Sosial Politik
Dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa
dibagi antara kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual. Subyek
kebebasan sosial-politik –yakni, yang disebut bebas di sini—adalah suatu bangsa
atau rakyat. Kebebasan sosial-politik sebagian besarnya merupakan produk
perkembangan sejarah, atau persisnya produk perjuangan sepanjang sejarah.
Ada dua bentuk kebebasan rakyat dengan
kekuasaan absolute raja, contoh piagam Magna Charta (1215), yang
terpaksa dikeluarkan oleh Raja John untuk memberikan kebebasan-kebebasan
tertentu kepada baron dan uskup Inggris. Kedua kemerdekaan dengan kolinialisme,
contoh The Declaration of Indepndence (1766), dimana Amerika
Serikat merupakan negara pertama yang melepaskan dari kekuasaan Inggris.
II.
Kebebasan Individual
Berbeda dengan kebebasan sosial-politik,
subyek kebebasan individual adalah manusia perorangan. Dari sudut pandang
perorangan, juga terdapat beberapa arti ”kebebasan” yang bisa dipaparkan di
sini. Sebagai contoh, terkadang kebebasan diartikan dengan.
- Kesewenang-wenangan
Orang disebut bebas bila ia dapat berbuat atau
tidak berbuat sesuka hatinya. Di sini “bebas” dimengerti sebagai terlepas dari
segala kewajiban dan keterikatan. Dapat dikatakan bertindak semau gue itulah
kebebasan. Kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas
disebut “kebebasan”.
Di sini kata “bebas” disalahgunakan. Sebab,
“bebas” sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala keterikatan. Kebebasan
yang sejati mengandaikan keterikan oleh norma-norma. Norma tidak menghambat
adanya kebebasan, tapi justru memungkinkan tingkah laku bebas.
- Kebebasan Fisik
Yakni, ”bebas” diartikan dengan tidak adanya
paksaan atau rintangan dari luar. Ini merupakan pengertian yang dangkal, karena
bisa jadi secara fisik seseorang dipenjara, tetapi jiwanya bebas merdeka.
Sebaliknya, ada orang yang secara fisik bebas, tetapi jiwanya tidak bebas,
jiwanya diperbudak oleh hawa nafsunya, dan lain-lain.
Biarpun dengan kebebasan fisik belum terwujud
kebebasan yang sebenarnya, namun kebebasan ini patut dinilai positif. Jika
kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan harus ditolak sebagai penyalahgunaan
kata “kebebasan”, maka kebebasan fisik bisa kita hargai tanpa ragu-ragu.
- Kebebasan Yuridis
Kebebasan ini berkaitan dengan hukum dan harus
dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis merupakan sebuah aspek dari hak-hak
manusia. Sebagaimana tercantum pada Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi
Manusia (HAM), yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.
Kebebasan dalam artian ini adalah
syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu dipenuhi agar kita dapat menjalankan
kebebasan kita secara konkret. Kebebasan yuridis menandai situasi kita sebagai
manusia. Kebebasan ini mengandalkan peran negara, yang membuat undang-undang
yang cocok untuk keadaan konkret.
- Kebebasan yang didasarkan pada
hukum kodrat, sama dengan hak asasi manusia seperti dirumuskan dalam
deklrasi universal. Manusia bebas bekerja, memilih profesinya dan
mempunyai milik sendiri, menikah, dan banyak hal lain lagi. Terdapat pula
kebebasan beragama dan hati nurani.
- Kebebasan yang didasarkan pada
hukum positif, diciptakan oleh negara melalui penjabaran dan perincian
kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat.
- Kebebasan Psikologis
Adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk
mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Nama lain untuk kebebasan psikologis
itu adalah ”kehendak bebas’ (free will). Kemampuan ini menyangkut
kehendak, bahkan ciri khas. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
manusia adalah makhluk berrasio.
Jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia
tahu apa yang diperbuatnya dan apa sebab diperbuatnya. Berkat kebebasan ini ia
dapat memberikan suatu makna kepada perbuatannya. Kemungkinan untuk memilih
antara pelbagai alternatif merupakan aspek penting dari kebebasan psikologis.
- Kebebasan Moral
Sebetulnya masih terkait erat dengan kebebasan
psikologis, namun tidak boleh disamakan dengannya. Kebebasan moral mengandaikan
kebebasan psikologis, sehingga tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin
terdapat kebebasan moral. Namun, kebebasan psikologis tidak berarti otomatis
menjamin adanya kebebasan moral.
Cara yang paling jelas untuk membedakan
kebebasan psikologis dengan kebebasan moral adalah bahwa kebebasan psikologis
berarti bebas begitu saja (free), sedangkan kebebasan moral berarti suka
rela (voluntary) atau tidak terpaksa secara moral, walaupun ketika
mengambil keputusan itu seseorang melakukan secara sadar dan penuh pertimbangan
(kebebasan psikologis).
- Kebebasan Eksistensial
Kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut
seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja.
Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi. Kebebasan ekstensial adalah
konteks etis. Kebebasan ini terutama merupakan suatu ideal atau cita-cita yang
bisa memberi arah dan makna kepada kehidupan manusia.
Orang yang bebas secara eksistensial
seolah-olah “memiliki dirinya sendiri.” Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan,
otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari segala alienasi atau
keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari dirinya dan justru
tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi
jarang akan terealisasi sepenuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar