Kalender Hijriah


Senin, 27 Mei 2013

ARTI KEBEBASAN


 I.            Kebebasan Sosial Politik
 Dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa dibagi antara kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual. Subyek kebebasan sosial-politik –yakni, yang disebut bebas di sini—adalah suatu bangsa atau rakyat. Kebebasan sosial-politik sebagian besarnya merupakan produk perkembangan sejarah, atau persisnya produk perjuangan sepanjang sejarah.
 Ada dua bentuk kebebasan rakyat dengan kekuasaan absolute raja, contoh piagam Magna Charta (1215), yang terpaksa dikeluarkan oleh Raja John untuk memberikan kebebasan-kebebasan tertentu kepada baron dan uskup Inggris. Kedua kemerdekaan dengan kolinialisme, contoh The Declaration of Indepndence (1766),  dimana Amerika Serikat merupakan negara pertama yang melepaskan dari kekuasaan Inggris. 

 II.            Kebebasan Individual
 Berbeda dengan kebebasan sosial-politik, subyek kebebasan individual adalah manusia perorangan. Dari sudut pandang perorangan, juga terdapat beberapa arti ”kebebasan” yang bisa dipaparkan di sini. Sebagai contoh, terkadang kebebasan diartikan dengan.
  • Kesewenang-wenangan
 Orang disebut bebas bila ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Di sini “bebas” dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan. Dapat dikatakan bertindak semau gue itulah kebebasan. Kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas disebut “kebebasan”.
 Di sini kata “bebas” disalahgunakan. Sebab, “bebas” sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala keterikatan. Kebebasan yang sejati mengandaikan keterikan oleh norma-norma. Norma tidak menghambat adanya kebebasan, tapi justru memungkinkan tingkah laku bebas.
  • Kebebasan Fisik
 Yakni, ”bebas” diartikan dengan tidak adanya paksaan atau rintangan dari luar. Ini merupakan pengertian yang dangkal, karena bisa jadi secara fisik seseorang dipenjara, tetapi jiwanya bebas merdeka. Sebaliknya, ada orang yang secara fisik bebas, tetapi jiwanya tidak bebas, jiwanya diperbudak oleh hawa nafsunya, dan lain-lain.
 Biarpun dengan kebebasan fisik belum terwujud kebebasan yang sebenarnya, namun kebebasan ini patut dinilai positif. Jika kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan harus ditolak sebagai penyalahgunaan kata “kebebasan”, maka kebebasan fisik bisa kita hargai tanpa ragu-ragu.
  • Kebebasan Yuridis
 Kebebasan ini berkaitan dengan hukum dan harus dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia. Sebagaimana tercantum pada Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.
 Kebebasan dalam artian ini adalah syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu dipenuhi agar kita dapat menjalankan kebebasan kita secara konkret. Kebebasan yuridis menandai situasi kita sebagai manusia. Kebebasan ini mengandalkan peran negara, yang membuat undang-undang yang cocok untuk keadaan konkret.
  1. Kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat, sama dengan hak asasi manusia seperti dirumuskan dalam deklrasi universal. Manusia bebas bekerja, memilih profesinya dan mempunyai milik sendiri, menikah, dan banyak hal lain lagi. Terdapat pula kebebasan beragama dan hati nurani.
  2. Kebebasan yang didasarkan pada hukum positif, diciptakan oleh negara melalui penjabaran dan perincian kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat.
  • Kebebasan Psikologis
 Adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Nama lain untuk kebebasan psikologis itu adalah ”kehendak bebas’ (free will). Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan ciri khas. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berrasio.
 Jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia tahu apa yang diperbuatnya dan apa sebab diperbuatnya. Berkat kebebasan ini ia dapat memberikan suatu makna kepada perbuatannya. Kemungkinan untuk memilih antara pelbagai alternatif merupakan aspek penting dari kebebasan psikologis.
  • Kebebasan Moral
 Sebetulnya masih terkait erat dengan kebebasan psikologis, namun tidak boleh disamakan dengannya. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis, sehingga tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Namun, kebebasan psikologis tidak berarti otomatis menjamin adanya kebebasan moral.
 Cara yang paling jelas untuk membedakan kebebasan psikologis dengan kebebasan moral adalah bahwa kebebasan psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan kebebasan moral berarti suka rela (voluntary) atau tidak terpaksa secara moral, walaupun ketika mengambil keputusan itu seseorang melakukan secara sadar dan penuh pertimbangan (kebebasan psikologis).
  • Kebebasan Eksistensial
 Kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi. Kebebasan ekstensial adalah konteks etis. Kebebasan ini terutama merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan makna kepada kehidupan manusia.
 Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki dirinya sendiri.” Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari segala alienasi atau keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari dirinya dan justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi jarang akan terealisasi sepenuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar