Kalender Hijriah


Jumat, 12 April 2013

PENGGOLONGAN / KLASIFIKASI HUKUM

A.         Kopetensi Dasar dan Indikator
1.       SKD
Dapat mengidentifikasi berbagai penggolongan/klarsfikasi hukum.
2.       Indikator
a.       Dapat  menjelaskan pengertian klasifikasi hukum.
b.       Dapat menyebutkan macam-macam hokum berdasarkan penggolongannya.

B.         Materi
1.       Penggolongan/Klarifikasi Hukum
           Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya (Soeroso, 2005: 10). Menurut Dudu Duswara Machmudin dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2000:57) secara umum hukum adalah sebagai das Sollensein atau das Seinsollen. Ia adalah himpunan kaidah, berisi keharusan atau kelarangan tentang tingkah laku manusia, kaidah-kaidah mana memang dianut dalam masyarakat. Pelanggaran atau kelalaian atas kaidah-kaidah tersebut dikenakan sanksi, yang ­­­–apabila perlu- dapat dipaksakan oleh penguasa. Hukum dapat diibaratkan sebagai mobil, terhadap mana dapat dibuat penggolongan menurut ukuran-ukuran tertentu seperti mereknya, bentuknya, tenaga kudanya, dan seterusnya.





2.       Macam-Macam Hukum Berdasarkan Penggolongannya
2.1.  Hukum Berdasarkan Sumbernya
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturanaturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata (Siti Soetami, 1995: 9).
Sumber hukum hukum formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan  dan mengenal hukum, yang terdiri dari :
1.    Hukum undang-undang
Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum didalam perauran perundang-undangan.
Undang-undang mempunyai dua pengertian menurut Buys, yakni :
a.       Undang-undang dalam arti formil, adalah setiap peraturan yang dibuat oleh alat pengundang-undang dan isinya mengikat umum. Contohnya, undang-undang yang dibuat berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945.
b.       Undang-undang dalam arti materiil, adalah setiap peraturan/keputusan yang dibuat bukan oleh badan pengundang-undang, tapi isinya mengikat umum. Contohnya Peraturan Pemerintah, dasar hukumnya Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945.
2.    Hukum Kebiasaan Atau Adat
Hukum kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Jadi kebiasaan itu bukan hasil keputusan dari badan legislative dalam Negara. Kebiasaan itu walaupun tidak ditentukan oleh pemerintah namun diakui dan ditaati oleh anggota-anggota masyarakat, oleh karena kebiasaan-kebiasaan itu berkali-kali dijalankan dan ditaati sehingga lambat laun menjadi peraturan yang teguh. Dengan demikian terbentuklah peraturan hukum yang tak tertulis yang disebut hukum kebiasaan.
           Supaya hukum kebiasaan itu ditaati, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1.       Suatu perbuatan yang tetap dilakukan orang.
2.       Adanya keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban.
3.   Hukum Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan Yurisprudentie dalam bahasa Belanda dan Yurisprudence dalam bahasa Perancis, yang artinya keputusan hakim yang terdahulu yang diikuti oleh hakim dan dijadikan dasar keputusan hakim lain mengenai kasus yang sama.
Pekerjaan hakim pada hakikatnya sama dengan pekerjaan pembuat undang-undang, demikian dikatakan oleh Prof. Soebekti dalam bukunya Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan. Keduanya memberikan peraturan yang harus diikuti, hanya dengan perbedaan bahwa pwmbuat undang-undang memberikan suatu peraturan yang disusun dalam kata-kata umum dan ditujukan kepada siapa saja yang berada dalam keadaan yang diuraikan dalam undang-undang itu, sedangkan hakim memberikan suatu peraturan yang berlaku terhadap para pihak yang berpekara.
Keputusan hakim yang menjadi yuriprudensi akan menjadi sumber hukum bagi pengadilan.
Ada tiga alas an mengapa seorang hakim mengikuti keputusan hakim lain, yaitu :
1.       Keputusan hakim yang mempunyai kekuasaan, terutama bila keputusan itu dibuat oleh Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi, karena alasan psikologis maka seorang hakim akan mengikuti keputusan hakim lain yang mempunyai kedudukan lebih tinggi.
2.       Karena alasan praktis.
3.       Sependapat, hakim mengikuti keputusan hakim lain karena ia sependapat/menyetujui keputusan hakim lain tersbut.
4.   Hukum Traktat
Traktat atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antara hanya dua atau lebih Negara. Bila traktat diadakan antara hanya dua Negara, maka perjanjian itu disebut bilateral, sedang kalau diadakan oleh banyak Negara, maka disebut perjanjian multilateral.
Bilamana perjanjian multilateral member kesempatan kepada Negara yang pada mulanya tidak turut mengadakan, kemudian menjadi pihak, maka perjanjian itu merupakan perjanjian terbuka atau kolektif, contohnya adalah Charter (Piagam) PBB. Sedang kalau perjanjian itu tidak memungkinkan bagi Negara yang tadinya bukan menjadi salah satu pihak, maka perjanjian itu merupakan perjanjian tertutup.
Kita mengenal dua macam perjanjian : traktat dan agreement. Traktat dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR, sedang agreement dibuat hanya dengan keputusan  Presiden, biasanya menyangkut bidang politik.
Suatu traktat berlaku dan mengikat didasarkan pada suatu asa Pacta Sunt Servanda. Traktat itu mengikat dan berlaku sebagai peraturan huum terhadap warga negara masing-masing negara yang mengadakannya. Oleh karena itu dapat dikatakan traktat merupakan sumber hukum.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 11 disebutkan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat pejanjian dengan negara lain. Pasal 11 itu sendiri tidak mensyaratkan membuat persetujuan dengan negara lainitu diwujudkan dalam bentuk undang-undang, namun karena Presiden dengan persetujuan DPR sebagai pembentuk undang-undang, maka persetujuan tersebut lazim dituangkan dalam bentuk undang-undang.
5.    Hukum Doktin
Hukum doktrin adalah hukum yang berasal dari pendapat para ahli hukum terkenal. Dalam yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering bepegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusan –keputusanya, maka hakim sering mengutip pendapat seorang ahli atau sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya, apalagi bila sarjana/ahli hukum tersebut menentukan bagaimana seharusnya, sehingga pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Jadi pendapat ahli/sarjana hukum itu menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi. Dalam hubungan internasional terutama pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.

2.2      Hukum Berdasarkan Tempat Berlakunya
Mengenai tempat berlakunya, hukum dapat terbagi atas :
a.       Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b.       Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c.       Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
d.       Hukum gereja, yaitu kaidah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya.

2.3      Hukum Berdasarkan Kekuatan Berlakunya (sanksi)
Biasanya golongan hukum berdasarkan sifatnya selalu diikuti dengan kekuatan berlaku atau ketentuan sanksinya. Yang termasuk ke dalam kriteria ini :
a.       Kaidah hukum yang memaksa (compulsory law, dwingendrecht, imperatif), yaitu kaidah hukum yang dalam keadaan apapun harus ditaaati dan bersifat mutlak daya ikatnya. Ini berarti bahwa kaidah hukum yang memaksa ini berisi ketentuan hukum yang dalam situasi apapun tidak dapat dikesampingkan melalui perjanjian para pihak.
Contohnya Pasal 340 KUH Pidana yang menetapkan :
“Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (mord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahum”.
b.       Kaidah hukum yang mengatur atau melengkapi (fakultatif, aanvulledrecht, regelendrecht), yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan jalan membuat ketantuan khusus dalam suatu perjanjian yang mereka adakan. Kaidah hukum semacam ini baru akan berlaku, apabila para pihak tidak menetapkan aturan tersendiri didalam perjanjian yang mereka adakan. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 1152 KUH Perdata :
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau puhak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
               Akan tetapi realitas menunjukkan, bahwa sering pemberi gadai tetap menguasainya. Misalnya menggadaikan mobil.

2.4      Hukum Berdasarkan Isi atau Kepentingan Yang Diaturnya
Berdasarkan isi atau kepentingan yang diaturnya, hukum digolongkan menjadi dua, yaitu :
a.       Hukum privat, adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi. Misalnya hukum perdata, hukum dagang.
b.       Hukum publik, adalah hukum yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan public. Misalnya hukum tata negara, hukum pidana, hukum acara pidana, dan sebagainya.
Apabila kita kaji, ternyata ada perbedaaan antara hukum privat dengan hukum public, yaitu :
HUKUM PRIVAT
HUKUM PUBLIK
a.       Mengutamakan kepentingan individu;
a.Mengutamakan pengaturan kepentingan umum;
b.       Mengatur hak ikhwal yang bersifat khusus;
b. Mengatur hal ikhwal yang bersifat umum;
c.       Dipertahankan oleh individu;
c. Dipertahankan oleh negara melalui jaksa;
d.       Asas damai diutamakan, hakim mengupayakan;
d. Tidak mengenal asa perdamaian;
e.       Setiap saat gugatan penggugat dapat ditarik kembali penggugatan;
e. Tidak dapat dicabut kembali, kecuali dalam perkara aduan;
f.        Sanksinya berbentuk perdata.
f. Sanksinya mengikat.

Sedangkan persamaannya adalah sebagai berikut :
a.            Keduanya merupakan norma hukum yang mengatur kehidupan manusia;
b.            Keduanya mempunyai sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelanggarnya;
c.            Keduanya tetap tunduk pada pengecualian apabila dalam keadaan terpaksa.
Adanya perbedaan antara hukum publik dan hukum privat bukanlah perbedaan yang prinsip, melainkan dilihat dari sifatnya itu sendiri. Hukum publik a priori memaksa, sedangkan hukum privat tidak, walaupun pada akhirnya memaksa juga.

2.5   Hukum Berdasarkan Cara Mempertahankannya
Berdasrkan kriteria ini, hukum dapat dibagi menjadi :
a.  Hukum materil, ialah hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang apa yang dilarang dan apa yang dinolehkanuntuk dilakukan, misalnya buruh wajib melakukan tugasnya seperti apa yang ditetapkan dalam perjanjian kerjanya (Pasal 1603 baru KUH Perdata).
b.  Hukum formil,ialah hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil. Misalnya dalam hal perselisihan huum formil menunjukkan cara menyelesaikan perkara tersebur dimuka hakim.
Mengenai hubungan hukum formil dengan hukum materil itu dapat dikatakan kalau hukum materil itu menentukan isinya sedangkan hukum formil menentukan cara bagaimana perjanjain dan sebagainya tersebut dapat dilaksanakan dan dipertahankan dimuka pengadilan.

2.6      Hukum Berdasarkan Bentuknya
Menurut bentuknya hukum terbagi atas dua :
a.       Hukum tertulis (statue law, written law, scriptum), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
b.       Hukum tidak tertulis (un-statutery, un-written, non-scriptum), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan dan kenyataan didalam masyarakat, dianut dan ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan. Misalnya hukum kebiasaan dan hukum adat.
Hukum tertulis terbagi lagi atas hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Yang dimaksud dengan kodifikasi (codificatie) menurut Fockema Andreae adalah penyusunan dan penetapan perundang-undangan dalam kitab-kitab secara sistematis bagi bagian-bagian bidang hukum yang agak luas; juga hasil dari penyusunan tersebut, keseluruhan kitab undang-undang. Atau secara sederhana dapat kita katakana bahwa kodifikasi, adalah pengumpulan hukum sejenis, yang tersusun secara lengkap dan sistemati dalam sebuah kitab undang-undang. Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan : hukum pidana (KUHP) tahun 1918, hukum sipil yang dikodifikasikan (KUHS) tahun 1848, hukum dagang yang telah dikodifikasikan dalam KUHD tahun 7848, hukum acara pidana yang telah dikodofikasikan dalam KUHPA tahun 1981. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan adlah hukum yang tertulis tetapi tidak disusun secara sistematis, lengkap, dan masih terpisah-pisah. Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan : peraturan tentang hak merek perdagangan, peraturan tentang hak cipta, peraturan tentang ikatan perkreditan.
2.7   Hukum Berdasarkan wujudnya
   Berdasarkan kriteria ini hukum dapat terbagi kedalam dua bagian :
a.   Hukum obyektif, yaitu kaidah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak dimaksudkan untuk mengatur sikap tindak orang tertentu saja.
b.   Hukum subyektif, yaitu hukukm yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih. Hukum subyektif ada juga yang menyebut sebagai hak, dan ada juga yang mengartikan sebagai hak dan kewajiban.
Contoh : A mengadakan perjanjian jual beli sebidang tanah dengan B. A sebagai pemilik tanah dan B sebagai pembeli, dan jika tercapai kesepakatan maka timbullah hak bagi A untuk menerima harga penjualan tanahnya dan berkewajiban menyerahkan tanah yang dijualnya kepada B. demikian pula B berhak menerima tanah yang telah dibeli setelah dilunasi dan berkewajiban membayar harga tanah berdasarkan kesepakatan dengan A.
2.8   Hukum Berdasarkan masa berlakunya
   Berdasarkan kriteria masa berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
a.    Hukum positif (ius constitutum), yaitu hukum yang berlaku saat ini, pada masyarakat tertentu, dan wilayah tertentu. Hukum positif, biasa juga disebut tata hukum.
         Contoh : misalnya Hukum Pidana berdasrkan KUHP sekarang.
b.   Hukum yang dicita-citakan, diharapkan, atau direncanakan akan berlaku pada     masa yang akan datang (ius constituendum). Contoh : misalnya Hukum Pidana Nasional  yang sampai sekarang masih terus disusun.
c.   Hukum universal, hukum asasi, atau hukum alam yaitu hukum yang dianggap    berlaku tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Berlaku sepanjang masa, dimanapun, dan terhadap siapapun.

C.        Rangkuman
1.       Penggolongan/Klarifikasi Hukum
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya (Soeroso, 2005: 10).
2.       Macam-Macam Hukum Berdasarkan Penggolongannya
2.1.  Hukum Berdasarkan Sumbernya
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturanaturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata (Siti Soetami, 1995: 9).
Sumber hukum hukum formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan  dan mengenal hukum, yang terdiri dari :
1.    Hukum undang-undang
2.    Hukum Kebiasaan Atau Adat
3.    Hukum Yurisprudensi
4.    Hukum Traktat
5.    Hukum Doktin
2.2      Hukum Berdasarkan Tempat Berlakunya
Mengenai tempat berlakunya, hukum dapat terbagi atas :
1.    Hukum Nasional,
2.    Hukum Internasional,
3.    Hukum Asing,
4.    HukumGereja.
2.3      Hukum Berdasarkan Kekuatan Berlakunya (sanksi)
Biasanya golongan hukum berdasarkan sifatnya selalu diikuti dengan kekuatan berlaku atau ketentuan sanksinya. Yang termasuk ke dalam kriteria ini :
1.       Kaidah Hukum Yang Memaksa (compulsory law, dwingendrecht, imperatif),
2.       Kaidah Hukum Yang Mengatur atau Melengkapi (fakultatif, aanvulledrecht, regelendrecht)
2.4   Hukum Berdasarkan Isi atau Kepentingan Yang Diaturnya
Berdasarkan isi atau kepentingan yang diaturnya, hukum digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.       Hukum Privat,
2.       Hukum Publik.
2.5   Hukum Berdasarkan Cara Mempertahankannya
Berdasrkan kriteria ini, hukum dapat dibagi menjadi :
1.       Hukum Materil,
2.       Hukum Formil.
2.6   Hukum Berdasarkan Bentuknya
Menurut bentuknya hukum terbagi atas dua :
1.       Hukum Tertulis (statue law, written law, scriptum),
2.       Hukum Tidak Tertulis (un-statutery, un-written, non-scriptum).
2.7  Hukum Berdasarkan wujudnya
Berdasarkan kriteria ini hukum dapat terbagi kedalam dua bagian :
1.       Hukum Obyektif,
2.       Hukum Subyektif.
2.8  Hukum Berdasarkan masa berlakunya
   Berdasarkan kriteria masa berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1.       Hukum Positif (ius constitutum),
2.       Hukum yang dicita-citakan, diharapkan, atau direncanakan,
3.       Hukum Universal.


DAFTAR PUSTAKA

A. Siti Soetami, SH. , Pengantar Tata Hukum Indonesia, PT Eresco, Bandung, 1995.
Machmudin, Dudu Duswara, SH., M. Hum, Pengantar Ilmu Hukum, PT Refika Aditama, Bandung, 2000.
R. Soeroso, SH. , Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar