1.
SKD
Dapat mengidentifikasi berbagai penggolongan/klarsfikasi hukum.
2.
Indikator
a.
Dapat menjelaskan pengertian klasifikasi hukum.
b.
Dapat menyebutkan
macam-macam hokum berdasarkan penggolongannya.
B.
Materi
1.
Penggolongan/Klarifikasi
Hukum
Hukum
adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan
melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi
yang melanggarnya (Soeroso, 2005: 10). Menurut Dudu Duswara Machmudin dalam
bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2000:57) secara umum hukum adalah sebagai das Sollensein atau das Seinsollen. Ia adalah himpunan kaidah, berisi keharusan atau
kelarangan tentang tingkah laku manusia, kaidah-kaidah mana memang dianut dalam
masyarakat. Pelanggaran atau kelalaian atas kaidah-kaidah tersebut dikenakan
sanksi, yang –apabila perlu- dapat dipaksakan oleh penguasa. Hukum dapat
diibaratkan sebagai mobil, terhadap mana dapat dibuat penggolongan menurut
ukuran-ukuran tertentu seperti mereknya, bentuknya, tenaga kudanya, dan
seterusnya.
2.
Macam-Macam
Hukum Berdasarkan Penggolongannya

2.1. Hukum Berdasarkan Sumbernya
Sumber hukum adalah
segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang
bersifat memaksa, yakni aturanaturan yang kalau dilanggar mengakibatkan
timbulnya sanksi yang tegas dan nyata (Siti Soetami, 1995: 9).
Sumber hukum hukum
formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan dan mengenal hukum, yang terdiri dari :
1.
Hukum
undang-undang
Hukum
undang-undang, yaitu hukum yang tercantum didalam perauran perundang-undangan.
Undang-undang
mempunyai dua pengertian menurut Buys, yakni :
a.
Undang-undang
dalam arti formil, adalah setiap peraturan yang dibuat oleh alat
pengundang-undang dan isinya mengikat umum. Contohnya, undang-undang yang
dibuat berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945.
b.
Undang-undang
dalam arti materiil, adalah setiap peraturan/keputusan yang dibuat bukan oleh
badan pengundang-undang, tapi isinya mengikat umum. Contohnya Peraturan
Pemerintah, dasar hukumnya Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945.
2.
Hukum
Kebiasaan Atau Adat
Hukum
kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam
hal yang sama. Jadi kebiasaan itu bukan hasil keputusan dari badan legislative
dalam Negara. Kebiasaan itu walaupun tidak ditentukan oleh pemerintah namun
diakui dan ditaati oleh anggota-anggota masyarakat, oleh karena kebiasaan-kebiasaan
itu berkali-kali dijalankan dan ditaati sehingga lambat laun menjadi peraturan
yang teguh. Dengan demikian terbentuklah peraturan hukum yang tak tertulis yang
disebut hukum kebiasaan.
Supaya hukum kebiasaan itu ditaati,
maka ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1.
Suatu
perbuatan yang tetap dilakukan orang.
2.
Adanya
keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban.
3.
Hukum
Yurisprudensi
Yurisprudensi
sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya dengan Yurisprudentie dalam
bahasa Belanda dan Yurisprudence dalam bahasa Perancis, yang artinya keputusan
hakim yang terdahulu yang diikuti oleh hakim dan dijadikan dasar keputusan
hakim lain mengenai kasus yang sama.
Pekerjaan
hakim pada hakikatnya sama dengan pekerjaan pembuat undang-undang, demikian
dikatakan oleh Prof. Soebekti dalam bukunya Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan.
Keduanya memberikan peraturan yang harus diikuti, hanya dengan perbedaan bahwa
pwmbuat undang-undang memberikan suatu peraturan yang disusun dalam kata-kata
umum dan ditujukan kepada siapa saja yang berada dalam keadaan yang diuraikan
dalam undang-undang itu, sedangkan hakim memberikan suatu peraturan yang
berlaku terhadap para pihak yang berpekara.
Keputusan
hakim yang menjadi yuriprudensi akan menjadi sumber hukum bagi pengadilan.
Ada
tiga alas an mengapa seorang hakim mengikuti keputusan hakim lain, yaitu :
1.
Keputusan
hakim yang mempunyai kekuasaan, terutama bila keputusan itu dibuat oleh
Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi, karena alasan psikologis maka seorang
hakim akan mengikuti keputusan hakim lain yang mempunyai kedudukan lebih
tinggi.
2.
Karena
alasan praktis.
3.
Sependapat,
hakim mengikuti keputusan hakim lain karena ia sependapat/menyetujui keputusan
hakim lain tersbut.
4.
Hukum
Traktat
Traktat
atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antara hanya dua atau lebih Negara.
Bila traktat diadakan antara hanya dua Negara, maka perjanjian itu disebut
bilateral, sedang kalau diadakan oleh banyak Negara, maka disebut perjanjian
multilateral.
Bilamana
perjanjian multilateral member kesempatan kepada Negara yang pada mulanya tidak
turut mengadakan, kemudian menjadi pihak, maka perjanjian itu merupakan
perjanjian terbuka atau kolektif, contohnya adalah Charter (Piagam) PBB. Sedang
kalau perjanjian itu tidak memungkinkan bagi Negara yang tadinya bukan menjadi
salah satu pihak, maka perjanjian itu merupakan perjanjian tertutup.
Kita
mengenal dua macam perjanjian : traktat dan agreement. Traktat dibuat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR, sedang agreement dibuat hanya dengan
keputusan Presiden, biasanya menyangkut
bidang politik.
Suatu
traktat berlaku dan mengikat didasarkan pada suatu asa Pacta Sunt Servanda.
Traktat itu mengikat dan berlaku sebagai peraturan huum terhadap warga negara
masing-masing negara yang mengadakannya. Oleh karena itu dapat dikatakan
traktat merupakan sumber hukum.
Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 11 disebutkan bahwa Presiden dengan persetujuan
DPR menyatakan perang, membuat pejanjian dengan negara lain. Pasal 11 itu
sendiri tidak mensyaratkan membuat persetujuan dengan negara lainitu diwujudkan
dalam bentuk undang-undang, namun karena Presiden dengan persetujuan DPR
sebagai pembentuk undang-undang, maka persetujuan tersebut lazim dituangkan
dalam bentuk undang-undang.
5.
Hukum
Doktin
Hukum
doktrin adalah hukum yang berasal dari pendapat para ahli hukum terkenal. Dalam
yurisprudensi terlihat bahwa hakim sering bepegang pada pendapat seseorang atau
beberapa orang sarjana hukum yang terkenal. Dalam penetapan apa yang akan
menjadi dasar keputusan –keputusanya, maka hakim sering mengutip pendapat
seorang ahli atau sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya,
apalagi bila sarjana/ahli hukum tersebut menentukan bagaimana seharusnya,
sehingga pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Jadi
pendapat ahli/sarjana hukum itu menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi.
Dalam hubungan internasional terutama pendapat para sarjana hukum mempunyai
pengaruh yang besar. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum
merupakan sumber hukum yang sangat penting.
2.2
Hukum
Berdasarkan Tempat Berlakunya
Mengenai
tempat berlakunya, hukum dapat terbagi atas :
a.
Hukum
nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b.
Hukum
internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c.
Hukum
asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
d.
Hukum
gereja, yaitu kaidah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya.
2.3
Hukum Berdasarkan
Kekuatan Berlakunya (sanksi)
Biasanya
golongan hukum berdasarkan sifatnya selalu diikuti dengan kekuatan berlaku atau
ketentuan sanksinya. Yang termasuk ke dalam kriteria ini :
a.
Kaidah hukum yang memaksa (compulsory
law, dwingendrecht, imperatif), yaitu kaidah hukum yang dalam keadaan apapun
harus ditaaati dan bersifat mutlak daya ikatnya. Ini berarti bahwa kaidah hukum
yang memaksa ini berisi ketentuan hukum yang dalam situasi apapun tidak dapat
dikesampingkan melalui perjanjian para pihak.
Contohnya Pasal 340
KUH Pidana yang menetapkan :
“Barangsiapa
dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena pembunuhan direncanakan (mord), dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahum”.
b.
Kaidah hukum yang mengatur atau
melengkapi (fakultatif, aanvulledrecht, regelendrecht), yaitu kaidah hukum yang
dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan jalan membuat ketantuan khusus
dalam suatu perjanjian yang mereka adakan. Kaidah hukum semacam ini baru akan
berlaku, apabila para pihak tidak menetapkan aturan tersendiri didalam
perjanjian yang mereka adakan. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 1152
KUH Perdata :
“Hak
gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan dengan
membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau puhak ketiga,
tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
Akan tetapi realitas menunjukkan,
bahwa sering pemberi gadai tetap menguasainya. Misalnya menggadaikan mobil.
2.4
Hukum Berdasarkan Isi atau Kepentingan
Yang Diaturnya
Berdasarkan
isi
atau kepentingan yang diaturnya, hukum digolongkan menjadi dua, yaitu :
a.
Hukum privat, adalah hukum yang
mengatur kepentingan pribadi. Misalnya hukum perdata, hukum dagang.
b.
Hukum publik, adalah hukum yang
mengatur kepentingan umum atau kepentingan public. Misalnya hukum tata negara,
hukum pidana, hukum acara pidana, dan sebagainya.
Apabila kita kaji,
ternyata ada perbedaaan antara hukum privat dengan hukum public, yaitu :
HUKUM PRIVAT
|
HUKUM PUBLIK
|
a. Mengutamakan kepentingan individu;
|
a.Mengutamakan
pengaturan kepentingan umum;
|
b. Mengatur hak ikhwal yang bersifat khusus;
|
b. Mengatur hal ikhwal yang bersifat umum;
|
c. Dipertahankan oleh individu;
|
c. Dipertahankan oleh negara melalui jaksa;
|
d. Asas damai diutamakan, hakim mengupayakan;
|
d.
Tidak mengenal asa perdamaian;
|
e. Setiap saat gugatan penggugat dapat ditarik
kembali penggugatan;
|
e. Tidak dapat dicabut kembali, kecuali dalam
perkara aduan;
|
f.
Sanksinya
berbentuk perdata.
|
f. Sanksinya mengikat.
|
Sedangkan
persamaannya adalah sebagai berikut :
a. Keduanya merupakan norma hukum yang mengatur
kehidupan manusia;
b. Keduanya mempunyai sanksi hukum yang
dapat dikenakan kepada pelanggarnya;
c. Keduanya tetap tunduk pada
pengecualian apabila dalam keadaan terpaksa.
Adanya
perbedaan antara hukum publik dan hukum privat bukanlah perbedaan yang prinsip,
melainkan dilihat dari sifatnya itu sendiri. Hukum publik a priori memaksa,
sedangkan hukum privat tidak, walaupun pada akhirnya memaksa juga.
2.5 Hukum Berdasarkan Cara
Mempertahankannya
Berdasrkan kriteria
ini, hukum dapat dibagi menjadi :
a. Hukum materil, ialah hukum yang mengatur
hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang apa yang dilarang
dan apa yang dinolehkanuntuk dilakukan, misalnya buruh wajib melakukan tugasnya
seperti apa yang ditetapkan dalam perjanjian kerjanya (Pasal 1603 baru KUH
Perdata).
b. Hukum formil,ialah hukum yang mengatur bagaimana
cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil. Misalnya dalam hal
perselisihan huum formil menunjukkan cara menyelesaikan perkara tersebur dimuka
hakim.
Mengenai
hubungan hukum formil dengan hukum materil itu dapat dikatakan kalau hukum
materil itu menentukan isinya sedangkan hukum formil menentukan cara bagaimana perjanjain
dan sebagainya tersebut dapat dilaksanakan dan dipertahankan dimuka pengadilan.
2.6
Hukum
Berdasarkan Bentuknya
Menurut
bentuknya hukum terbagi atas dua :
a.
Hukum
tertulis (statue law, written law, scriptum), yaitu hukum yang dicantumkan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
b.
Hukum
tidak tertulis (un-statutery, un-written, non-scriptum), yaitu hukum yang masih
hidup dalam keyakinan dan kenyataan didalam masyarakat, dianut dan ditaati oleh
masyarakat yang bersangkutan. Misalnya hukum kebiasaan dan hukum adat.
Hukum
tertulis terbagi lagi atas hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak
dikodifikasikan. Yang dimaksud dengan kodifikasi
(codificatie) menurut Fockema Andreae adalah penyusunan dan penetapan
perundang-undangan dalam kitab-kitab secara sistematis bagi bagian-bagian
bidang hukum yang agak luas; juga hasil dari penyusunan tersebut, keseluruhan
kitab undang-undang. Atau secara sederhana dapat kita katakana bahwa kodifikasi, adalah pengumpulan hukum
sejenis, yang tersusun secara lengkap dan sistemati dalam sebuah kitab
undang-undang. Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan : hukum pidana (KUHP)
tahun 1918, hukum sipil yang dikodifikasikan (KUHS) tahun 1848, hukum dagang
yang telah dikodifikasikan dalam KUHD tahun 7848, hukum acara pidana yang telah
dikodofikasikan dalam KUHPA tahun 1981. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan adlah hukum yang
tertulis tetapi tidak disusun secara sistematis, lengkap, dan masih
terpisah-pisah. Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan : peraturan
tentang hak merek perdagangan, peraturan tentang hak cipta, peraturan tentang
ikatan perkreditan.
2.7 Hukum Berdasarkan wujudnya
Berdasarkan kriteria ini hukum dapat terbagi
kedalam dua bagian :
a. Hukum obyektif, yaitu kaidah hukum dalam suatu
negara yang berlaku umum dan tidak dimaksudkan untuk mengatur sikap tindak
orang tertentu saja.
b. Hukum subyektif, yaitu hukukm yang timbul
dari hukum obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih. Hukum
subyektif ada juga yang menyebut sebagai
hak, dan ada juga yang mengartikan sebagai hak dan kewajiban.
Contoh : A mengadakan perjanjian jual
beli sebidang tanah dengan B. A sebagai pemilik tanah dan B sebagai pembeli,
dan jika tercapai kesepakatan maka timbullah hak bagi A untuk menerima harga
penjualan tanahnya dan berkewajiban menyerahkan tanah yang dijualnya kepada B.
demikian pula B berhak menerima tanah yang telah dibeli setelah dilunasi dan
berkewajiban membayar harga tanah berdasarkan kesepakatan dengan A.
2.8 Hukum Berdasarkan masa berlakunya
Berdasarkan kriteria masa berlakunya, hukum
dapat digolongkan menjadi :
a. Hukum positif (ius constitutum), yaitu hukum
yang berlaku saat ini, pada masyarakat tertentu, dan wilayah tertentu. Hukum
positif, biasa juga disebut tata hukum.
Contoh : misalnya Hukum Pidana
berdasrkan KUHP sekarang.
b. Hukum yang dicita-citakan, diharapkan, atau
direncanakan akan berlaku pada masa yang
akan datang (ius constituendum). Contoh : misalnya Hukum Pidana Nasional yang sampai sekarang masih terus disusun.
c. Hukum universal, hukum asasi, atau hukum alam
yaitu hukum yang dianggap berlaku tanpa
mengenal batas ruang dan waktu. Berlaku sepanjang masa, dimanapun, dan terhadap
siapapun.
C.
Rangkuman
1.
Penggolongan/Klarifikasi
Hukum
Hukum
adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk
mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan
melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi
yang melanggarnya (Soeroso, 2005: 10).
2.
Macam-Macam
Hukum Berdasarkan Penggolongannya
2.1. Hukum Berdasarkan Sumbernya
Sumber hukum adalah
segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang
bersifat memaksa, yakni aturanaturan yang kalau dilanggar mengakibatkan
timbulnya sanksi yang tegas dan nyata (Siti Soetami, 1995: 9).
Sumber hukum hukum
formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan dan mengenal hukum, yang terdiri dari :
1.
Hukum
undang-undang
2.
Hukum
Kebiasaan Atau Adat
3.
Hukum
Yurisprudensi
4.
Hukum
Traktat
5.
Hukum
Doktin
2.2
Hukum
Berdasarkan Tempat Berlakunya
Mengenai
tempat berlakunya, hukum dapat terbagi atas :
1.
Hukum
Nasional,
2.
Hukum
Internasional,
3.
Hukum
Asing,
4.
HukumGereja.
2.3
Hukum Berdasarkan
Kekuatan Berlakunya (sanksi)
Biasanya
golongan hukum berdasarkan sifatnya selalu diikuti dengan kekuatan berlaku atau
ketentuan sanksinya. Yang termasuk ke dalam kriteria ini :
1.
Kaidah Hukum Yang Memaksa (compulsory
law, dwingendrecht, imperatif),
2.
Kaidah Hukum Yang Mengatur atau Melengkapi
(fakultatif, aanvulledrecht, regelendrecht)
2.4
Hukum Berdasarkan Isi atau Kepentingan
Yang Diaturnya
Berdasarkan
isi
atau kepentingan yang diaturnya, hukum digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.
Hukum Privat,
2.
Hukum
Publik.
2.5
Hukum
Berdasarkan Cara Mempertahankannya
Berdasrkan kriteria
ini, hukum dapat dibagi menjadi :
1.
Hukum Materil,
2.
Hukum Formil.
2.6
Hukum
Berdasarkan Bentuknya
Menurut
bentuknya hukum terbagi atas dua :
1.
Hukum
Tertulis (statue law, written law, scriptum),
2.
Hukum
Tidak Tertulis (un-statutery, un-written, non-scriptum).
2.7 Hukum Berdasarkan wujudnya
Berdasarkan kriteria ini hukum dapat
terbagi kedalam dua bagian :
1.
Hukum
Obyektif,
2.
Hukum
Subyektif.
2.8 Hukum Berdasarkan masa berlakunya
Berdasarkan kriteria masa berlakunya, hukum
dapat digolongkan menjadi :
1.
Hukum
Positif (ius constitutum),
2.
Hukum
yang dicita-citakan, diharapkan, atau direncanakan,
3.
Hukum
Universal.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Siti Soetami,
SH. , Pengantar Tata Hukum Indonesia,
PT Eresco, Bandung, 1995.
Machmudin, Dudu
Duswara, SH., M. Hum, Pengantar Ilmu
Hukum, PT Refika Aditama, Bandung, 2000.
R. Soeroso, SH. , Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika,
Jakarta, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar