Oleh : Dr.Fadhl Ilahi
MUKADIMAH
Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah. Kita
memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunanNya. Kita berlindung kepada
Allah dari kejahatan dan keburukan amal perbuatan kita. Siapa yang ditunjuki
Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah
maka tidak ada yang dapat menunjukinya. Aku ber-saksi bahwa tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. semoga shalawat, salam dan
keberkahan dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat dan segenap orang yang
mengikutinya. Amma ba'-du.
Di antara hal yang menyibukkan hati kebanyakan umat
Islam adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan, sejumlah umat Islam
memandang bahwa berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka. Tidak
hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahwa ada sejumlah
orang yang masih mau menjaga sebagian kewa-jiban syari'at Islam tetapi mereka
mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan dibidang materi dan kemapanan
ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian hukum-hukum Islam, terutama yang
berkenaan dengan halal dan haram.
Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahwa Sang
Khaliq tidaklah mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petun-juk bagi umat
manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan mereka di sana saja.
Tetapi Allah mensyariat-kan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan
kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia. Bahkan do'a yang sering dipanjatkan
Nabi kita , kekasih Tuhan Semes-ta Alam, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi
umat ma-nusia adalah:
"Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada
kami kebaik-an di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api
Neraka."
Allah dan RasulNya yang mulia tidak
meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan
dalam usahanya mencari penghidupan. Tetapi se-baliknya, sebab-sebab rizki itu
telah diatur dan dijelaskan. Seandainya umat ini mau memahaminya, menyadarinya,
berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu dengan baik,
niscaya Allah Yang Maha Pemberi Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya
mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan
dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi.
Didorong oleh keinginan untuk mengingatkan dan
me-ngenalkan saudara-saudara sesama muslim tentang berbagai sebab di atas dan
untuk meluruskan pemahaman mereka ten-tang hal ini serta untuk mengingatkan
orang yang telah ter-sesat dari jalan yang lurus dalam berusaha mencari rizki,
maka saya bertekad dengan memohon taufik dari Allah un-tuk mengumpulkan
sebagian sebab-sebab untuk mendapat-kan rizki tersebut dalam buku kecil ini.
Buku ini saya beri judul "Mafaatiihur Rizqi fi Dhau'il Kitab was
Sunnah" (yang kami terjemahkan menjadi: "Kunci-kunci Rizki
Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah").
Hal-Hal Yang
Saya Perhatikan Dalam Makalah Ini
Diantara hal-hal yang saya perhatikan –dengan
karunia Allah– dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Rujukan utama dalam makalah ini adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah RasulNya yang mulia.
- Saya menukil hadits-hadits dari maraji' (sumber) aslinya. Saya juga menyebutkan pandangan ulama tentang derajat hadits tersebut (shahih, hasan, dha'if, dan lain sebagai-nya, pen.), kecuali apa yang saya nukil dari shahihain (Al-Bukhari dan Muslim). Sebab segenap umat Islam telah sepakat untuk menerima (keshahihannya).
- Ketika menggunakan dalil dari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits, saya berusaha mengambil faedah (penje-lasan) dari kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab syarah (kete-rangan) hadits-hadits.
- Saya memaparkan tentang apa yang dimaksud dengan sebab-sebab yang disyari'atkan dalam mencari rizki dengan bantuan keterangan-keterangan –setelah memo-hon pertolongan dari Allah – dari ucapan-ucapan para ulama, untuk menghilangkan keragu-raguan di dalamnya.
- Saya tidak bermaksud membicarakan manfaat-manfaat lain dari sebab-sebab yang Allah jadikan selain ma-salah rizki. Kecuali disebutkan secara kebetulan. Mudah-mudahan Allah memudahkan saya untuk membicara-kan hal-hal tersebut di masa yang akan datang.
- Saya jelaskan beberapa kata asing yang ada di dalam hadits-hadits, untuk lebih menyempurnakan manfaat, In-sya Allah.
- Saya tuliskan beberapa maraji' (sumber) yang cukup untuk memudahkan siapa saja yang ingin kembali kepadanya.
- Saya tidak bermaksud menyebutkan sebab-sebab rizki seluruhnya. Tetapi yang saya bahas adalah apa yang dimudahkan oleh Allah padaku untu mengumpulkannya.
Daftar Isi
Pasal Pertama : Istighfar dan Taubat
Pasal Kedua : Taqwa
Pasal Ketiga : Tawakkal kepada Allah
Pasal Keempat : Beribadah sepenuhnya kepada Allah
Pasal Kelima : Melanjutkan Haji dengan Umrah
Pasal Keenam : Silaturrahim
Pasal Ketujuh : Infak di Jalan Allah
Pasal Kedelapan : Berinfak kepada Penuntut Ilmu Syari' Sepenuhnya
Pasal Kesembilan : Berbuat baik kepada Orang-orang yang Lemah
Pasal Kesepuluh : Hijrah di Jalan Allah
Penutup : Terdiri dari Kesimpulan Bahasan dan Pesan
Pasal Kedua : Taqwa
Pasal Ketiga : Tawakkal kepada Allah
Pasal Keempat : Beribadah sepenuhnya kepada Allah
Pasal Kelima : Melanjutkan Haji dengan Umrah
Pasal Keenam : Silaturrahim
Pasal Ketujuh : Infak di Jalan Allah
Pasal Kedelapan : Berinfak kepada Penuntut Ilmu Syari' Sepenuhnya
Pasal Kesembilan : Berbuat baik kepada Orang-orang yang Lemah
Pasal Kesepuluh : Hijrah di Jalan Allah
Penutup : Terdiri dari Kesimpulan Bahasan dan Pesan
Ucapan Terima Kasih dan Do'a
Inilah (karya sederhana itu), dan segala puji bagi
Allah Yang Maha Esa, tempat bergantung, yang semoga memberi nikmat kepada
hambaNya yang lemah ini berupa rahmat, ampunan dan kemuliaan untuk
menyelesaikan pembahasan ini. Kami ucapkan terimakasih sekaligus panjatan do'a
kepada saudaraku Dr. Sayid Muhammad Sadati Asy-Syinqithi. Saya banyak mengambil
manfaat dari beliau dalam penulisan makalah ini. Ucapan terimakasih serta
penghargaan juga kami sampaikan kepada para pengurus Maktab Ta'awuni lid
Dakwah wal Irsyad (Kantor Urusan Kerjasama Dakwah dan Penyuluhan) Divisi
Orang-orang Asing di Bathha', Riyadh yang berada di bawah Koordinasi Departemen
Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Penyuluhan Kerajaan Saudi Arabia. Di
mana, sebelumnya makalah ini berasal dari dua kali materi ceramah yang saya
sampaikan di kantor tersebut. Do'a saya juga untuk putra saya tersayang Hammad
Ilahi serta anak-anak saya yang lain. Mereka secara bersama-sama saya memeriksa
naskah yang telah disetting dari buku ini. Mudah-mudahan Allah melimpahkan
balasan kepada semuanya dengan sebaik-baik balasan di dunia maupun di akhirat.
Saya memohon kepada Allah yang memiliki keagungan
dan kemuliaan, semoga Ia menjadikan pekerjaanku ini benar-benar ikhlas karena
mencari ridhaNya. Serta menjadi-kannya sebagai simpanan saya dan simpanan kedua
orang tua saya pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali
yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Sebagaimana saya juga memohon
kepada Rabb Yang Maha Hidup lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya,
semoga Ia memberi taufik kepada saya, juga kepada saudara-saudara, anak-anak,
karib-kerabat saya serta sege-nap umat Islam untuk berpegang dan mengambil
manfaat dari sebab-sebab rizki yang disyari'atkan. Semoga pula Ia memudahkan
kebaikan bagi kita di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengabul-kan. Amin.
Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan
kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarga, sahabat dan segenap pengikutnya.
Dr. Fadhl Ilahi
Pasal Pertama :
ISTIGHFAR DAN TAUBAT
ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah is-tighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan:
a. Hakikat istighfar dan
taubat.
b. Dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.
b. Dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.
A. Hakikat
Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka
bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mere-ka
mengucapkan,
"Aku memohon ampunan
kepada Allah dan bertaubat ke-padaNya"
Tetapi kalimat-kalimat di atas
tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota
badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan
orang-orang dusta.
Para ulama – semoga
Allah memberi balasan yang se-baik-baiknya kepada mereka telah menjelaskan
hakikat istighfar dan taubat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani
menerangkan: "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena
ke-burukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berke-inginan kuat untuk
tidak mengulanginya dan berusaha mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti).
Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah
sempurna"
Imam An-Nawawi dengan
redaksionalnya sendiri menje-laskan: "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari
setiap dosa hu-kumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan
Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada
tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia
harus menyesali per-buatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan
untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak
sah.
Jika taubat itu berkaitan
dengan manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat,
hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika ber-bentuk
harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengem-balikannya. Jika berupa had
(hukuman) tuduhan atau seje-nisnya maka ia harus memberinya kesempatan
untuk mem-balasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah
(menggunjing), maka ia harus meminta maaf."
Adapun istighfar, sebagaimana
diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan
ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah:
"Mohonlah ampun
kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10).
Tidaklah berarti bahwa mereka
diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan
perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya
dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.
B. Dalil Syar'i
Bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk Kunci Rizki
Beberapa nash (teks) Al-Qur'an
dan Al-Hadits me-nunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk
sebab-sebab rizki dengan karunia Allah . Di bawah ini beberapa nash dimaksud:
1. Apa yang disebutkan
Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya :
"Maka aku katakan
kepada mereka, 'Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai'." (Nuh: 10-12).
Ayat-ayat di atas menerangkan
cara mendapatkan hal-hal berikut dengan istighfar.
- Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan fir-manNya: "Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun."
- Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiallaahu anhu berkata " " adalah (hujan) yang turun dengan deras.
- Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:Atha' berkata: "Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian".
- Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.
- Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata: "Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bah-wa istighfar merupakan salah satu sarana meminta ditu-runkannya rizki dan hujan."
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam
Tafsirnya berkata: "Makna-nya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta
ampun kepadaNya dan kalian senantiasa mentaatiNya niscaya Ia akan membanyakkan
rizki kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit,
mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk
kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan
anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam
buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun
itu (untuk kalian)."
Demikianlah, dan Amirul
mukminin Umar bin Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung
dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah .
Muthrif meriwayatkan dari
Asy-Sya'bi: "Bahwasanya Umar keluar untuk memohon hujan bersama
orang ba-nyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon
ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku
tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon
diturunkannya hujan dengan majadih langit yang dengannya diharapkan
bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat:
"Mohonlah ampun
kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat." (Nuh: 10-11).
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga
menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang
mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya ketu-runan dan
kekeringan kebun-kebun.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan
dari Ibnu Shabih, bah-wasanya ia berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu
kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata
kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain mengadu
kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,
"Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain lagi berkata kepadanya,
"Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!" Maka beliau
mengatakan kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Dan yang lain
lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan
(pula) kepadanya, "Beristighfarlah kepa-da Allah!"
Dan kami menganjurkan demikian
kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan:
"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan
bermacam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar.
Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengata-kan hal itu dari
diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:
"Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan
mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai." (Nuh: 10-12).
Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar!
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-ham-baMu yang pandai beristighfar.
Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Maha Hidup dan
terus menerus mengurus MakhlukNya.
2. Ayat lain adalah firman
Allah yang menceritakan ten-tang seruan Hud kepada kaumnya agar
beristighfar.
"Dan (Hud berkata),
'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya
Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan
kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (Hud:52).
Al-Hafizh Ibnu katsir dalam
menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: "Kemudian Hud
memerintahkan kaumnya untuk beristighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu
dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan
mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan
memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu
Allah berfirman:
"Niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat lebat atas-mu".
Ya Allah, jadikanlah kami
termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan
mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah
keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
Amin, wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan.
3. Ayat yang lain adalah
firman Allah:
"Dan hendaklah kamu
meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan
yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada
tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
Kiamat." (Hud:
3).
Pada ayat yang mulia di atas,
terdapat janji dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan
yang baik kepada orang yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari
firmanNya:
"Niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu." Sebagaimana
dikatakan oleh Abdullah bin Abbas adalah, "Ia akan menganugerahi rizki dan
kelapangan kepada kalian".
Sedangkan Imam Al-Qurthubi
dalam tafsirnya mengatakan: "Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni
Allah akan memberi kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa
kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian
sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum
kalian.
Dan janji Tuhan Yang Maha
Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya.
Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata: "Ayat yang mulia tersebut
menunjukkan bahwa beristighfar dan ber-taubat kepada Allah dari dosa-dosa
adalah sebab sehingga Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang
yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentu-kan. Allah memberikan balasan
(yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan
syarat yang dite-tapkan".
4. Dalil lain bahwa
beristighfar dan taubat adalah di antara kunci-kunci rizki yaitu hadits yang
diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari
Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa memperbanyak
istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap
kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitan-nya kelapangan dan Allah
akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka".
Dalam hadits yang mulia ini,
Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu,
mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang mem-perbanyak
istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki,
yang Memiliki kekuatan akan mem-berikan rizki dari arah yang tidak
disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.
Karena itu, kepada orang yang
mengharapkan rizki hen-daklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memo-hon
ampun), baik dengan ucapan maupun perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim
waspada, sekali lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya
sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para pendusta.
Pasal Kedua :
TAQWA
TAQWA
Termasuk sebab turunnya rizki adala taqwa. Saya akan membicarakan masalah ini – dengan memohon taufik dari Allah– dalam dua bahasan:
a. Makna taqwa.
b. Dalil syar'i bahwa taqwa termasuk kunci rizki.
b. Dalil syar'i bahwa taqwa termasuk kunci rizki.
A. MAKNA TAQWA
Para ulama telah menjelaskan
apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani
mendefinisikan: "Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya
berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan
meninggalkan sebagian yang dihalalkan".
Sedangkan Imam An-Nawawi
mendefinisikan taqwa dengan "Mentaati perintah dan laranganNya."
Maksudnya, menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah . Hal itu sebagaimana
didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani "Taqwa yaitu menjaga diri dari
pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau
meninggalkannya."
Karena itu, siapa yang tidak
menjaga dirinya, dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka
orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau
mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil
dengan kedua tangan-nya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat
yang dikutuk Allah, berarti tidak menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang membangkang
perintah Allah serta me-lakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk
orang-orang yang bertaqwa.
Orang yang menceburkan diri ke
dalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia
telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.
B. DALIL SYAR'I
BAHWA TAQWA TERMASUK KUNCI RIZKI
Beberapa nash yang
menunjukkan bahwa taqwa terma-suk di antara sebab rizki, Di antaranya:
1. Firman Allah:
"Barangsiapa yang
bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan
memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah
menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua
hal. Pertama, "Allah akan mengadakan jalan keluar baginya." Artinya,
Allah akan menyelamatkannya –sebagaimana dika-takan Ibnu Abbas Radhiallaahu
anhu – dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, "Allah
akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka." Artinya,
Allah akan memberi-nya rizki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya mengatakan: "Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah
de-ngan melakukan apa yang diperintahkanNya dan mening-galkan apa yang
dilarangNya, niscaya Allah akan membe-rinya jalan keluar serta rizki dari arah
yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam
benaknya,"
Alangkah agung dan besar buah
taqwa itu! Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya ayat terbesar
dalam hal pemberian janji jalan keluar adalah:
"Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya".
2. Ayat lainnya
adalah firman Allah:
"Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada me-reka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendus-takan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka di-sebabkan perbuatan mereka sendiri". (Al-A'raf: 96).
Dalam ayat yang mulia ini
Allah menjelaskan, seandai-nya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal,
yakni iman dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk
mereka dan memudahkan mereka menda-patkannya dari segala arah.
Menafsirkan firman Allah:
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas mengatakan: "Niscaya Kami lapangkan kebaikan (ke-kayaan) untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkan dari segala arah."
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas mengatakan: "Niscaya Kami lapangkan kebaikan (ke-kayaan) untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkan dari segala arah."
Janji Allah yang terdapat
dalam ayat yang mulia tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa
mengandung beberapa hal, di antaranya:
a. Janji Allah untuk membuka
" " (keberkahan) bagi mereka. "" adalah
bentuk jama' dari " " Imam Al-Baghawi berkata, Ia berarti mengerjakan
sesuatu secara terus menerus. Atau seperti kata Imam Al-Khazin, "Tetapnya
suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu."
Jadi, yang dapat disimpulkan
dari makna kalimat " " adalah bahwa apa yang diberikan Allah
disebabkan oleh keimanan dan ketaqwaan mereka merupakan kebaikan yang terus
menerus, tidak ada keburukan atau konsekuensi apa pun atas mereka sesudahnya.
Tentang hal ini, Sayid
Muhammad Rasyid Ridha berkata: "Adapun orang-orang beriman maka apa yang
dibukakan untuk mereka adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu,
mereka senantiasa bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan
karuniaNya. Lalu mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan
keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka dari
Allah adalah ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di
akhirat."
Syaikh Ibnu Asyur
mengungkapkan hal itu dengan ucapannya: " " adalah kebaikan yang
murni yang tidak ada konsekuensinya di akhirat. Dan ini adalah sebaik-baik
jenis nikmat."
b. Kata berkah disebutkan
dalam bentuk jama' sebagai-mana firman Allah:
"Pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berbagai berkah." Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur
untuk menunjukan banyaknya berkah sesuai dengan banyaknya sesuatu yang
diberkahi.
c. Allah berfirman:
"Berbagai keberkahan
dari langit dan bumi". Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah
keberkahan langit dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya
berba-gai tanaman dan buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta
diperolehnya keamanan dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana
ayah, dan bumi laksana Ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan
kebaikan berdasarkan penciptaan dan pengurusan Allah ."
3. Ayat lainnya adalah firman
Allah:
"Dan sekiranya
mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur'an) yang
diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan
pertengah-an. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan
mereka". (Al-Ma'idah:
66).
Allah mengabarkan
tentang Ahli Kitab, 'Bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang ada di dalam
Taurat, Injil dan Al-Qur'an –demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas
c dalam menafsirkan ayat terse-but,– niscaya
Allah memperbanyak rizki yang diturunkan kepada mereka dari langit dan yang
tumbuh untuk mereka dari bumi.
Syaikh Yahya bin Umar
Al-Andalusi berkata: "Allah menghendaki –wallahu a'lam– bahwa
seandainya mereka mengamalkan apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan
Al-Qur'an, niscaya mereka memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka.
Maknanya –wallahu'alam–, niscaya mereka diberi kelapangan
dan kesempurnaan nikmat du-nia,"
Dalam menafsirkan ayat ini,
Imam Al-Qurthubi mengata-kan, "Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman
Allah:
"Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq:2-3).
"Dan bahwasanya
jika mereka tetap berjalan di atas ja-lan itu (agama Islam), benar-benar Kami
akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang ba-nyak)." (Al-Jin: 16).
"Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada me-reka berbagai keberkahan dari langit dan bumi." (Al-A'raf: 96).
Sebagaimana disebutkan dalam
ayat-ayat di atas, Allah menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan
men-janjikan untuk menambahnya bagi orang yang bersyukur.
Allah berfirman:
"Jika kalian
bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku atasmu." (Ibrahim: 7).
Karena itu, setiap orang yang
menginginkan keluasan rizki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya
dari segala dosa. Hendaknya ia menta'ati perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkan
berhak mendapat siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan
kebaikan.
Pasal Ketiga :
BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
Termasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:
a. Yang dimaksud bertawakkal
kepada Allah.
b. Dalil syar'i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki.
c. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
b. Dalil syar'i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki.
c. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
A. Yang Dimaksud
Bertawakkal kepada Allah
Para ulama –semoga Allah
membalas mereka dengan sebaik-baik balasan– telah menjelaskan makna tawakkal.
Di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata: "Tawak-kal adalah
penyandaran hati hanya kepada wakil (yang di-tawakkali) semata."
Al-Allamah Al-Manawi berkata:
"Tawakkal adalah me-nampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada
yang di tawakkali."
Menjelaskan makna tawakkal
kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori berkata:
"Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam
alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk maupun rizki,
pem-berian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan,
sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu
yang maujud (ada), semua-nya itu adalah dari Allah."
B. Dalil syar'i
Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu
Majah, Ibnu Al-Muba-rak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha'i dan Al-Baghawi
meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda:
"Sungguh, seandainya
kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan
diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam
keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadits yang mulia ini,
Rasulullah yang ber-bicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang
bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi
rizki oleh Allah sebagaimana burung-burung diberiNya rizki. Betapa tidak
demikian, karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak
pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Allah akan
mencukupinya. Allah berfirman:
"Dan barangsiapa
bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Se-sungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut,
Ar-Rabi' bin Khutsaim me-ngatakan: "(Mencukupkan) diri setiap yang membuat
sempit manusia".
C. Apakah
Tawakkal itu Berarti Mening-galkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang
berkata: "Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki,
maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita
cukup duduk-duduk dan bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?"
Perkataan ini sungguh
menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi
kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan di-beri rizki itu
dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada sore hari, padahal burung
itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau
pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa dan
Yang kepadanya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah membalas
mereka dengan sebaik-baik kebaikan– telah memperingatkan masa-lah ini.
Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: " Dalam hadits tersebut
tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru
di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud
hadits tersebut, bahwa seandainya mereka berta-wakkal kepada Allah dalam
kepergian, kedatangan dan usa-ha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rizki)
itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan
mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut."
Imam Ahmad pernah ditanya
tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata,
'Aku tidak mau bekerja sedikit pun, sampai rizkiku datang sendiri'. Maka beliau
berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi
bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah
menjadikan rizkiku melalui panahku."
Dan beliau bersabda:
"Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
"Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadits tersebut
dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam
rangka men-cari rizki.
Selanjutnya Imam Ahmad
berkata: "Para Sahabat berda-gang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan
mereka itu-lah teladan kita".
Syaikh Abu Hamid berkata:
"Barangkali ada yang mengi-ra bahwa makna tawakkal adalah , meninggalkan
pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan
diri di atas tanah seperti sobekan kain yang di-lemparkan, atau seperti daging
di atas landasan tempat me-motong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang
bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at. Sedangkan syari'at memuji
orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian
dalam agama dapat di-peroleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula?
Hakikat yang sesungguhnya
dalam hal ini dapat kita kata-kan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu
tampak da-lam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai
tujuan-tujuannya".
Imam Abul Qosim Al-Qusyairi
berkata: "Ketahuilah se-sungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati.
Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan ta-wakkal yang
ada di dalam hati setelah seorang hamba me-yakini bahwa rizki itu datangnya
dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdirNya, dan
jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya."
Di antara yang menunjukkan
bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin
Umayah dari ayahnya , ia berkata:
"Seseorang berkata kepada
Nabi , Aku lepaskan unta-ku dan (lalu) aku bertawakkal?' Nabi bersabda:
'Ikatlah kemudian bertawakkallah'."
Dan dalam riwayat Al-Qudha'i
disebutkan:
"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'."
"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini
adalah bahwa tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap
muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan
penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja
keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik
Allah, dan bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata.
Pasal Keempat :
BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA
BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA
Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas masalah ini –dengan memohon pertolongan kepada Allah– dari dua hal:
A. Makna beribadah kepada Allah sepenuhnya.
B. Dalil syar'i bahwa beribadah kepada Allah sepenuhnya adalah di antara kunci-kunci rizki.
B. Dalil syar'i bahwa beribadah kepada Allah sepenuhnya adalah di antara kunci-kunci rizki.
A. Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya.
Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimak-sud
beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk mendapatkan
penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan malam. Tetapi yang dimaksud
– wallahu a'lam– adalah hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati
dan jasadnya, khusyu' dan merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Esa,
menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasa
bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha
Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits:
"Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan
kami melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Janganlah engkau termasuk orang-orang yang (ketika
beribadah) jasad mereka berada di masjid, sedang hatinya berada di luar masjid.
Menjelaskan sabda Rasulullah :
"Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu". Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada Tuhan-mu".
"Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu". Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada Tuhan-mu".
B. DALIL SYAR'I BAHWA BERIBADAH KEPADA
ALLAH SEPENUHNYA TERMASUK KUNCI RIZKI
Ada beberapa nash yang menunjukkan bahwa beribadah
sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki. Beberapa nash
tesebut di antaranya adalah:
1. Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad,
At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau
bersabda:
"Sesungguhnya Allah berfirman, 'wahai anak
Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada)
di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian
lakukan, nis-caya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi
kebutuhanmu (kepada manusia)'."
Nabi dalam hadits tersebut menjelaskan, bahwasanya
Allah menjanjikan kepada orang yang beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan dua
hadiah, sebaliknya mengancam bagi yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya
dengan dua siksa. Adapun dua hadiah itu adalah Allah mengisi hati orang yang
beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan keka-yaan serta memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan dua siksa itu adalah Allah memenuhi kedua tangan orang yang tidak
beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan berbagai kesibuk-an, dan ia tidak mampu
memenuhi kebutuhannya, sehingga ia tetap membutuhkan kepada manusia.
2. Hadits riwayat Imam Al-Hakim dari Ma'qal bin
Yasar ia berkata, Rasulullah bersabda:
"Tuhan kalian berkata, 'Wahai anak Adam,
beribadah-lah kepadaKu sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan
dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam, jangan jauhi Aku
sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tangamu dengan
kesibukan."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia, yang
berbicara berdasarkan wahyu mengabarkan tentang janji Allah, yang tak satu pun
lebih memenuhi janji daripadaNya, berupa dua jenis pahala bagi orang yang
benar-benar ber-ibadah kepada Allah sepenuhnya. Yaitu, Allah pasti meme-nuhi
hatinya dengan kekayaan dan kedua tangannya dengan rizki.
Sebagaimana Nabi juga memperingatkan akan ancam-an
Allah kepada orang yang menjauhiNya dengan dua jenis siksa. Yaitu Allah pasti
memenuhi hatinya dengan kefakiran dan kedua tangannya dengan kesibukan.
Dan semua mengetahui, siapa yang hatinya dikayakan oleh
Yang Maha Memberi kekayaan, niscaya tidak akan didekati oleh kemiskinan
selama-lamanya. Dan siapa yang kedua tangannya dipenuhi rizki oleh Yang Maha
Memberi rizki dan Maha Perkasa, niscaya ia tidak akan pernah pailit
selama-lamanya. Sebaliknya, siapa yang hatinya dipenuhi dengan kefakiran oleh
Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan, niscaya tak seorang pun mampu membuatnya
kaya. Dan siapa yang disibukkan oleh Yang Maha Perkasa dan Maha Memaksa,
niscaya tak seorang pun yang mampu memberinya waktu luang.
Pasal Kelima :
MELANJUTKAN HAJI DENGAN UMRAH ATAU SEBALIKNYA
Di antara perbuatan yang dijadikan Allah termasuk kunci-kunci rizki yaitu melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya. Pembicaraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah– akan saya lakukan melalui dua poin bahasan:
A. Yang dimaksud melanjutkan haji dengan umrah atau
sebaliknya.
B. Dalil syar'i bahwa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk pintu-pintu rizki.
B. Dalil syar'i bahwa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk pintu-pintu rizki.
A. Yang Dimaksud Melanjutkan Haji Dengan
Umrah Atau Sebaliknya
Syaikh Abul Hasan As-Sindi menjelaskan tentang mak-sud
melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya berkata: "Jadikanlah salah
satunya mengikuti yang lain, di mana ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika
kalian menunaikan haji maka tunaikanlah umrah. Dan jika kalian menunaikan umrah
maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling mengikuti.
B. Dalil Syar'i Bahwa Melanjutkan Haji
Dengan Umrah Atau Sebaliknya Termasuk Kunci Rizki
Di antara hadits-hadits yang menunjukkan bahwa
melan-jutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk kunci-kunci rizki
adalah :
1. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu
Hibban meriwayatkah dari Abdullah bin Mas'ud berkata, Rasulullah
bersabda:
"Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesungguhnya
keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagai-mana api dapat
menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang
mabrur itu melainkan Surga".
Dalam hadits yang mulia tersebut Nabi yang
terper-caya, yakni berbicara dengan wahyu menjelaskan bahwa buah melanjutkan
haji dengan umrah atau sebaliknya adalah hilangnya kemiskinan dan dosa. Imam
Ibnu Hibban mem-beri judul hadits ini dalam kitab shahihnya dengan:
"Keterangan Bahwa Haji dan Umrah Menghilangkan
Dosa-dosa dan Kemiskinan dari Setiap Muslim dengan Sebab Keduanya."
Sedangkan Imam Ath-Thayyibi dalam menjelaskan sabda Nabi
:
"Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan
dosa-dosa", dia berkata, "Kemampuan
keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan ber-sedekah
dalam menambah harta."
2. Hadits riwayat Imam An-Nasa'i dari Ibnu
Abbas c, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda:
"Lanjutkanlah haji dengan umrah atau sebaliknya.
Kare-na sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemis-kinan dan dosa-dosa
sebagaimana api dapat menghi-langkan kotoran besi."
Maka orang-orang yang menginginkan untuk dihilangkan
kemiskinan dan dosa-dosanya, hendaknya ia segera melan-jutkan hajinya dengan
umrah atau sebaliknya.
Pasal Keenam :
SILATURRAHIM
SILATURRAHIM
Di antara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembi-caraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah– akan saya bahas melalui empat poin berikut:
A. Makna silaturrahim.
B. Dalil syar'i bahwa silaturrahim termasuk di antara pintu-pintu rizki.
C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?
D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.
B. Dalil syar'i bahwa silaturrahim termasuk di antara pintu-pintu rizki.
C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?
D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.
A. Makna Silaturrahim
Makna "ar-rahim" adalah para kerabat
dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Ar-rahim" secara umum
adalah dimak-sudkan untuk para kerabat dekat. Antara mereka terdapat garis nasab
(keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau
tidak."
Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para
kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.
Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang
kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak
termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian."
Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari
adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para
karib kerabat dekat –baik menurut garis keturunan maupun perkawinan– berlemah
lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka.
B. Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk
Kunci Rizki
Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa
Allah menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapang-an rizki.
Di antara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah:
1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah , ia
berkata, 'Aku mendengar Rasulullah bersabda:
"Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan
di-akhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hen-daknyalah ia menyambung
(tali) silaturrahim".
2. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari
Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda:
"Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan di-akhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung
silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi menjelaskan
bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.
Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh makh-luk
Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berda-sarkan wahyu, Nabi
Muhammad . Maka barangsiapa me-nginginkan dua buah di atas hendaknya ia
menaburkan be-nihnya, yaitu silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari
memberi judul untuk kedua hadits itu dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan
Rizkinya dengan Silaturrahim." Artinya, dengan sebab silaturrahim.
Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin
Malik dalam kitab shahihnya dan beliau memberi judul dengan:
"Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Ba-nyaknya Berkah dalam Rizki
Bagi Orang Yang Menyam-bung Silaturrahim.
3. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau
bersabda:
"Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga
kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah
(sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya
harta dan bertambahnya usia."
Dalam hadits yang mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa
silaturrahim ini membuahkan tiga hal, di antaranya adalah ia menjadi sebab
banyaknya harta.
4. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib
dari Nabi , beliau bersabda:
"Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan
diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan
terpercaya, menjelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki
dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu
dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.
5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari
Abdullah bin Umar ia berkata:
"Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyam-bung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan
rizkinya dan dicintai oleh keluarganya."
6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam
ber-kembangnya harta benda dan menjauhkan kemiskinan, sam-pai-sampai ahli
maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka bisa berkembang,
semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena karunia Allah .
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah dari
Nabi bahwasanya beliau bersabda:
"Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan
paha-lanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluar-ga yang ahli maskiat
pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika
mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling
bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan)."
C. APA SAJA SARANA UNTUK SILATURRAHIM?
Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya
dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud
silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan
kebaikan kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari
mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya.
Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Silaturrahim itu bisa
dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, de-ngan menolak keburukan
dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do'a."
Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa
saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaik-an, serta menolak apa
saja yang mungkin bisa ditolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya
(kepada kerabat dekat).
D. Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli
Maksiat
Sebagian orang salah dalam memahami tata cara
silatur-rahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim
dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk
dalam satu maje-lis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta bersi-kap
lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.
Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik
kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bah-kan hingga kepada
orang-orang kafir. Allah berfirman:
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan
ber-laku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi-mu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8).
Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma'
binti Abu Bakar c yang menanyakan Rasullah untuk bersilaturrahmi kepada
ibunya yang musyrik. Dalam hadits ini diantaranya disebutkan:
"Aku bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia
sangat berharap, apakah aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku?'
Beliau menjawab, 'Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu'."
Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan
me-nyayangi, duduk-duduk satu majelis dengan mereka. Bersa-ma-sama makan dengan
mereka serta bersikap lembut de-ngan orang-orang kafir dan ahli maksiat
tersebut. Allah ber-firman:
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
ber-iman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-sudara atau pun keluarga me-reka." (Al-Mujadilah: 22).
Makna ayat yang mulia ini –sebagaimana disebutkan oleh
Imam Ar-Razi– adalah bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan
kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak
mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut.
Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya
memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majelis dengan mereka.
Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik:
"Saya berkata, 'Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang
yang zhalim dan yang suka memusuhi'."
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia
tersebut berkata: "Artinya, mereka tidak saling men-cintai dengan orang
yang suka menentang (Allah dan Rasul-Nya), bahkan meskipun mereka termasuk
kerabat dekat."
Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya
untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan menjauhi dari
Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut
ada-lah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan
tersebut –dalam kondisi demi-kian– dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Jika
mereka itu orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan
dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi
dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka
masih terus membandel. Kemudian, hal itu (pe-mutusan silaturrahim) dilakukan
karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih
te-tap berkewajiban mendo'akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka
kembali ke jalan yang lurus.
Pasal
Ketujuh :
BERINFAK DI JALAN ALLAH
BERINFAK DI JALAN ALLAH
Di antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfak di jalan
Allah. Pembahasan masalah ini –dengan memohon taufik dari Allah– akan saya
lakukan melalui dua poin berikut:
A. Yang dimaksud berinfak.
B. Dalil syar'i bahwa berinfak di jalan Allah adalah termasuk kunci-kunci rizki.
B. Dalil syar'i bahwa berinfak di jalan Allah adalah termasuk kunci-kunci rizki.
A. Yang Dimaksud Berinfak
Di tengah-tengah menafsirkan firman Allah:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya
Dia akan menggantinya". (Saba': 39).
Syaikh Ibnu Asyur berkata: "Yang dimaksud dengan
infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada
orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama."
B. Dalil Syar'i Bahwa Berinfak di
Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci Rizki
Ada beberapa nash dalam Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadits
Asy-Syarif yang menunjukkan bahwa orang yang berinfak di jalan Allah akan
diganti oleh Allah di dunia. Di samping, tentunya apa yang disediakan oleh
Allah baginya dari pahala yang besar di akhirat. Di antara dalil-dalil itu
adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah
akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang se-baik-baiknya." (Saba': 39).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir
berkata: "Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari apa yang
diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang diper-bolehkanNya, niscaya Dia akan
menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan
gan-jaran, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits…"
Imam Ar-Razi berkata, "Firman Allah: 'Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya', adalah
realisasi dari sabda Nabi : "Tidaklah para hamba berada di pagi
hari…." (Al-Hadits). Yang demikian itu karena Allah adalah Penguasa, Maha Tinggi dan Maha Kaya.
Maka jika Dia berkata: "Nafkahkanlah dan Aku yang akan menggantinya,' maka
itu sama dengan janji yang pasti ia tepati. Sebagaimana jika Dia berkata:
"Lemparkanlah barangmu ke dalam laut dan Aku yang menjaminnya."
Maka, barangsiapa berinfak berarti dia telah memenuhi
syarat untuk mendapatkan ganti. Sebaliknya, siapa yang ti-dak berinfak maka
hartanya akan lenyap dan ia tidak berhak mendapatkan ganti. Hartanya akan
hilang tanpa ganti, arti-nya lenyap begitu saja.
Yang mengherankan, jika seseorang pedagang mengeta-hui
bahwa sebagian dari hartanya akan binasa, ia akan menjualnya dengan cara nasi'ah
(pembayaran di belakang), meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia
ber-kata, hal itu lebih baik daripada pelan-pelan harta itu binasa. Jika ia
tidak menjualnya sampai harta itu binasa maka ia akan disalahkan. Dan jika ada
orang mampu yang menjamin orang miskin itu, tetapi ia tidak menjualnya (kepada
orang tersebut) maka ia disebut orang gila.
Dan sungguh, hampir setiap orang melakukan hal ini,
tetapi masing-masing tidak menyadari bahwa hal itu mendekati gila. Sesungguhnya
harta kita semuanya pasti akan binasa. Dan menafkahkan kepada keluarga dan
anak-anak adalah berarti memberi pinjaman. Semuanya itu berada dalam jaminan
kuat, yaitu Allah Yang Maha Tinggi. Allah berfirman: "Dan barang apa
saja yang kamu nafkahkan maka Dia pasti manggantinya."
Lalu Allah memberi pinjaman kepada setiap orang, ada yang
berupa tanah, kebun, penggilingan, tempat pemandian untuk berobat atau manfaat
tertentu. Sebab setiap orang tentu memiliki pekerjaan atau tempat yang
daripadanya ia mendapatkan harta. Dan semua itu milik Allah. Di tangan manusia,
harta itu adalah pinjaman. Jadi, seakan-akan ba-rang-barang tersebut adalah
jaminan yang diberikan Allah dari rizkiNya, agar orang tersebut percaya penuh
kepadaNya bahwa bila dia berinfak, Allah pasti akan menggantinya. Tetapi
meskipun demikian, ternyata ia tidak mau berinfak dan membiarkan hartanya
lenyap begitu saja tanpa mendapat pahala dan disyukuri.
Selain itu, Allah menegaskan janjiNya dalam ayat ini
kepada orang yang berinfak untuk menggantinya dengan rizki (lain) melalui tiga
penegasan. Dalam hal ini, Ibnu Asyur berkata: "Allah menegaskan janji
tersebut dengan kalimat bersyarat, dan dengan menjadikan jawaban dari kali-mat
bersyarat itu dalam bentuk jumlah ismiyah dan dengan mendahulukan musnad
ilaiah (sandaran) terhadap khabar fi'il-nya ( ÇáúÎóÈóÑ
ÇáúÝöÚúáöíøó) yaitu dalam firmanNya: Ýóåõæó íõÎúáöÝõåõ De-ngan demikian, janji tersebut ditegaskan dengan tiga pene-gasan yang
menunjukkan bahwa Allah benar-benar akan merealisasikan janji itu. Sekaligus
menunjukkan bahwa ber-infak adalah sesuatu yang dicintai Allah.
Dan sungguh janji Allah adalah sesuatu yang tegas,
ya-kin, pasti dan tidak ada keraguan untuk diwujudkannya, wa-laupun tanpa
adanya penegasan seperti di atas. Lalu, bagai-mana halnya jika janji itu
ditegaskan dengan tiga penegasan?
2. Dalil lain adalah firman Allah:
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
ke-miskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah
menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas
(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah:
268).
Menafsirkan ayat mulia ini, Ibnu Abbas berkata:
"Dua hal dari Allah, dan dua hal dari setan. "Setan men-janjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan." Setan itu berkata, 'Jangan
kamu infakkan hartamu, peganglah untukmu sendiri karena kamu membutuhkannya'. "Dan
menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)."
(Dan dua hal dari Allah adalah), "Allah menjanjikan
un-tukmu ampunan daripadaNya," yakni atas maksiat yang kamu kerjakan, "dan
karunia" berupa rizki.
Al-Qadhi Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata: "Maghfirah
(ampunan Allah) adalah janji Allah bahwa Dia akan menutupi kesalahan
segenap hambaNya di dunia dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia)
adalah rizki yang luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan
segala apa yang telah dijanjikan Allah .
Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang
mulia ini berkata: "Demikianlah, peringatan setan bah-wa orang yang
menginfakkan hartanya, bisa mengalami ke-fakiran bukanlah suatu bentuk kasih
sayang setan kepa-danya, juga bukan suatu bentuk nasihat baik untuknya. Ada-pun
Allah, maka Ia menjanjikan kepada hambaNya ampunan dosa-dosa daripadaNya, serta
karunia berupa penggantian yang lebih baik daripada yang ia infakkan, dan ia
dilipatgan-dakanNya baik di dunia saja atau di dunia dan di akhirat."
3. Dalil lain adalah hadits riwayat Muslim
dari Abu Hurairah , Nabi memberitahukan kepadanya:
"Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak
Adam, berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadaMu."
Allahu Akbar! Betapa besar
jaminan orang yang berinfak di jalan Allah! Betapa mudah dan gampang jalan
mendapatkan rizki! Seorang hamba berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang di
TanganNya kepemilikan segala sesuatu memberi-kan infak (rizki) kepadanya. Jika
seorang hamba berinfak sesuai dengan kemampuannya maka Dzat Yang memiliki
perbendaharaan langit dan bumi serta kerajaan segala se-suatu akan memberi
infak (rizki) kepadanya sesuai dengan keagungan, kemuliaan dan kekuasaanNya.
Imam An-Nawawi berkata: "Firman Allah, 'Berinfaklah,
niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadamu' adalah makna dari firman
Allah dalam Al-Qur'an:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka
Dia-lah yang akan menggantinya." (Saba':
39).
Ayat ini mengandung anjuran untuk berinfak dalam
ber-bagai bentuk kebaikan, serta berita gembira bahwa semua itu akan diganti
atas karunia Allah .
4. Dalil lain bahwa berinfak di jalan Allah
adalah di antara kunci-kunci rizki yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:
"Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di
dalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo'a, 'Ya Allah,
berikanlah kepada orang yang berinfak ganti (dari apa yang ia infakkan)'.
Sedang yang lain berkata, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan
(hartanya) kebinasaan (hartanya)'."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia
menga-barkan bahwa terdapat malaikat yang berdo'a setiap hari kepada orang yang
berinfak agar diberikan ganti oleh Allah. Maksudnya –sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Mulla Ali Al-Qari– adalah ganti yang besar. Yakni ganti yang baik, atau
ganti di dunia dan ganti di akhirat. Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka
Dia-lah yang akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik Pemberi rizki." (Saba': 39).
Dan diketahui secara umum bahwa do'a malaikat adalah
dikabulkan, sebab tidaklah mereka mendo'akan bagi sese-orang melainkan dengan
izinNya. Allah berfirman:
"Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada
orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut
kepadaNya." (Al-Anbiya': 28).
5. Dalil lain adalah apa yang diriwayatkan
oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:
"Berinfaklah wahai Bilal! Jangan takut dipersedikit
(hartamu) oleh Dzat Yang Memiliki Arsy."
Aduhai, alangkah kuat jaminan dan karunia Allah bagi
orang yang berinfak di jalanNya! Apakah Dzat Yang Memiliki Arsy akan
menghinakan orang yang berinfak di jalan-Nya, sehingga ia mati karena miskin
dan tak punya apa-apa? Demi Allah, tidak akan demikian!
Al-Mulla Ali-AlQari menjelaskan kata " ÇöÞúáÇó
áÇð " dalam hadits tersebut berkata, "Maksudnya, dijadikan miskin
dan tidak punya apa-apa". Artinya, "Apakah engkau takut akan
disia-siakan oleh Dzat Yang Mengatur segala urusan dari langit ke bumi?"
Dengan kata lain, "Apakah kamu takut untuk digagalkan cita-citamu dan
disedikitkan rizkimu oleh Dzat Yang rahmatNya meliputi penduduk langit dan
bumi, orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, burung-burung dan binatang
melata?"
6. Berapa banyak bukti-bukti dalam
kitab-kitab Sunnah (Hadits), Sirah (Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi),
Tarikh (Sejarah), bahkan hingga dalam kenyataan-kenyataan yang kita
alami saat ini yang menunjukkan bahwa Allah mengganti rizki hambaNya yang
berinfak di jalanNya.
Berikut ini kami ringkaskan satu bukti dalam masalah ini.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi beliau
bersabda:
"Ketika seorang laki-laki berada di suatu tanah
lapang bumi ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, 'Sira-milah kebun si
fulan!' Maka awan itu berarak menjauh dan menuangkan airnya di areal tanah yang
penuh de-ngan batu-batu hitam. Di sana ada aliran air yang me-nampung air
tersebut. Lalu orang itu mengikuti kemana air itu mengalir. Tiba-tiba ia
(melihat) seorang laki-laki yang berdiri di kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan skopnya (ke dalam kebunnya). Kemudian ia bertanya,
'Wahai hamba Allah! Siapa namamu?' Ia menjawab, 'Fulan', yakni nama yang
didengar di awan. Ia balik bertanya, "Wahai hamba Allah, kenapa engkau
menanyakan namaku?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang
menurunkan air ini. Suara itu berkata, 'Siramilah kebun si fulan! Dan itu
adalah namamu. Apa sesungguhnya yang engkau laku-kan?' Ia menjawab, "Jika
itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang
didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan se-pertiganya, dan aku makan
beserta keluargaku seper-tiganya lagi, kemudian aku kembalikan (untuk menanam
lagi) sepertiganya'."
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang
miskin dan peminta-minta serta ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan)."
Imam An-Nawawi berkata: "Hadits itu menjelaskan
ten-tang keutamaan bersedekah dan berbuat baik kepada orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan. Juga keutamaan seseorang yang makan dari
hasil kerjanya sen-diri, termasuk keutamaan memberi nafkah kepada
keluar-ga."
Pasal
Kedelapan :
MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI'AT (AGAMA)
MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI'AT (AGAMA)
Termasuk kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah ke-pada
orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syari'at (agama). Dalil yang menunjukkan
hal ini adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin
Malik bahwasanya ia berkata:
"Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah .
Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain
bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi maka beliau
bersabda: Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia
menje-laskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesi-bukan saudaranya
dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan
(bekerja), bahwa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya ke-pada
saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal
ia tidak tahu bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab
nafkah yang ia berikan kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara
sepenuhnya.
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :
"Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab
dia," yang menggunakan shighat majhul (ungkapan kata
kerja pasif) itu berkata, 'Yakni, aku berharap atau aku ta-kutkan bahwa engkau
sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya. Dan bukan berarti di diberi rizki
karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu
kepadanya."
Al-Alamah Ath-Thaibi berkata: "Makna 'áóÚóáøó'
(mudah-mudahan) dalam sabda beliau 'áóÚóáøóßó' (mudah-mudahan
engkau), bisa kembali kepada Rasulullah , sehingga ber-fungsi untuk memberikan
kepastian (bahwa dia mendapat-kan rizki karena berkah saudaranya) dan menegur
(bahwa dia mendapatkan rizki bukan karena pekerjaannya). Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam hadits:
"Bukanlah kalian diberi rizki karena sebab
orang-orang lemah di antara kalian?" Tetapi bisa pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk
mengajakanya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar."
Demikianlah, dan sebagian ulama telah menyebutkan bahwa
orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok
orang yang dising-gung dalam firman Allah:
"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat
(oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (beru-saha) di muka bumi, orang
yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari me-minta-minta.
Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada
orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di
jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 273).
Imam Al-Ghazali berkata: "Ia harus mencari orang
yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu
merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah
yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan
kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau,
"Mengapa tidak eng-kau berikan pada orang secara umum?" Beliau
menjawab, "Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah
kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama
itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi perhatian
sepe-nuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa belajar (dengan baik). Karena
itu, membuat mereka bisa mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih
utama."
Pasal
Kesembilan :
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG-ORANG LEMAH
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG-ORANG LEMAH
Termasuk di antara kunci-kunci rizki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin. Nabi menjelaskan bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Mush'ab bin
Sa-'dan ia berkata, 'Bahwasanya Sa'dan merasa dirinya memiliki
kelebihan daripada orang lain. Maka Rasulullah bersabda:
"Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran
orang-orang lemah di antara kalian?"
Karena itu, siapa yang ingin ditolong Allah dan diberi
rizki olehNya maka hendaknya ia memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik
kepada mereka."
Nabi yang mulia, juga menjelaskan bahwa
keridhaan-nya dapat diperoleh dengan berbuat baik kepada orang-orang
miskin.
Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban
dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Darda' bahwasanya ia berkata, aku
mendengar Rasulullah bersabda:
"Carilah (keridhaan)ku melalui orang-orang lemah di
antara kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rizki dan ditolong dengan
sebab orang-orang lemah di antara kalian."
Menjelaskan sabda Nabi di atas Al-Mulla Ali Al-Qari
berkata, "Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang
miskin di antara kalian."
Dan barangsiapa berusaha mendapatkan keridhaan keka-sih
Yang Maha Memberi rizki dan Maha Memiliki kekuatan dan keperkasaan,
Muhammad dengan berbuat kepada orang-orang miskin, niscaya Tuhannya akan
menolongnya dari para musuh serta akan memberinya rizki.
Pasal Kesepuluh :
HIJRAH DI JALAN ALLAH
HIJRAH DI JALAN ALLAH
Allah menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rizki. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik Allah– melalui dua poin berikut ini:
a. Makna hijrah di jalan Allah
.
b. Dalil syar'i bahwa hijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki.

b. Dalil syar'i bahwa hijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki.
A. MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH
ÇáúãõåóÇ ÌóÑóÉó (hijrah) sebagaimana
dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah keluar dari negeri kafir
kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke
Madinah.
Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh
Sayid Muhammad Rasyid Ridha harus dengan sebenar-benarnya. Artinya, maksud
orang yang berhijrah dari negeri-nya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah
dengan mene-gakkan agamaNya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan
sesuatu yang dicintai Allah, juga untuk me-nolong saudara-saudaranya yang
beriman dari permusuhan orang-orang kafir.
B. Dalil Syar'i Bahwa Hijrah di
Jalan Allah Termasuk Kunci Rizki
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan
Allah termasuk kunci rizki adalah firman Allah:
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak." (An-Nisa': 100).
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak." (An-Nisa': 100).
Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang
yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal: Pertama, ãõÑóÇÛóãðÇ
ßóËöíúÑðÇ kedua, ÓóÚóÉð.
Yang dimaksud ãõÑóÇÛóãðÇ sebagaimana dikatakan
oleh Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan Allah ke negeri lain,
niscaya akan mendapati di negerinya yang baru itu kebaikan dan kenikmatan yang
menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri
asal-nya. Sebab orang yang memisahkan diri dan pergi ke negeri asing, sehingga
mendapatkan ketentraman di sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya,
niscaya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya mua'amalah
(perlakuan) yang mereka berikan, sehingga dengan demikian mereka merasa hina.'
Sedang yang dimaksud, ÓóÚóÉð (keluasan), yaitu
keluasan rizki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas dalam
menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh Ar-Rabi', Adh-Dhakkak, Atha' dan
mayoritas ulama.
Qatadah berkata: "Maknanya, keluasan dari kesesatan
kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan."
Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri."
Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri."
Mengomentari ketiga pendapat di atas, Imam Al-Qurthubi
mengatakan: "Pendapat Imam Malik lebih dekat pada kefasihan ungkapan
bahasa Arab. Sebab keluasan ne-geri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan
rizki. Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap menanggung kesedihan dan
pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan."
Pendapat mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat
di atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahwa orang yang berhijrah di jalan
Allah akan mendapatkan janji dari Allah berupa keluasan rizki, baik dengan
ungkapan langsung maupun secara tidak langsung.
Dan sungguh janji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Menentukan adalah suatu janji yang haq serta tidak pernah luput. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya daripada Allah?
Sungguh dunia telah dan sampai sekarang masih
menyak-sikan kebenaran janji ini. Dan saya kira, orang yang menge-tahui sedikit
tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan peristiwa hijrahnya para sahabat
Rasulullah ke Madinah.
Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda
dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah , Allah serta merta mengganti
semuanya. Allah memberikan kepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan
Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas istana-istana negeri Syam
yang merah, juga istana Mada'in yang putih. Kepada mereka juga dibukakan
pintu-pintu Shan'a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai simpanan kekayaan
Kaisar dan Kisra.
Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang
mulia ini berkata: "Walhasil, seakan-akan dikatakan, 'Wahai manusia! Jika
kamu membenci hijrah dari tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan
dan ujian dalam per-jalananmu, maka sekali-kali jangan takut! Karena
sesung-guhnya Allah akan memberimu berbagai nikmat yang agung dan pahala yang
besar dalam hijrahmu. Hal yang ke-mudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan
men-jadi sebab bagi kelapangan hidupmu."
PENUTUP
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi hamba-Nya yang lemah ini sehingga bisa menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya senantiasa diminta ampunan, ke-murahan dan ijabah (pengabulan).
Dari tulisan ini dapat dirumuskan beberapa poin berikut
ini:
1. Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa menja-dikan
beberapa sebab dan kunci untuk rizki, di antaranya:
- Istighfar (memohon ampun kepada Allah) dan taubat kepadaNya. Dan yang dimaksud adalah melakukan ke-duanya dengan perkataan dan perbuatan.
- Taqwa. Dan hakikatnya adalah menjaga diri dari yang menyebabkan dosa atau mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya atau menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan siksa, baik dengan mela-kukan perbuatan atau meninggalkannya.
- Tawakkal. Yaitu menampakkan kelamahan hamba serta bersandar sepenuhnya kepada Allah semata.
- Beribadah sepenuhnya kepada Allah . Yaitu bersungguh-sungguh dalam mengkonsentrasikan hati ketika beribadah kepada Allah .
- Mengikuti haji dengan umrah. Maksudnya, melakukan salah satunya lalu melanjutkannya dengan yang lain.
- Silaturrahim. Yaitu berbuat baik kepada kerabat/keluarga dekat.
- Berinfak di jalan Allah . Yaitu berinfak untuk se-suatu yang dicintai dan diridhai Allah .
- Memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya me-nuntut ilmu syar'i (agama).
- Berbuat baik kepada orang-orang yang lemah.
- Berhijrah di jalan Allah . Yakni keluar dari negeri kafir ke negeri iman untuk mencari keridhaan Allah se-suai dengan syar'iatNya.
2. Istighfar dan taubat itu wajib dengan perkataan dan
perbuatan. Sebab ber-istighfar dan bertaubat dengan lisan saja
tanpa perbuatan, maka itu adalah perilaku para pendus-ta. Sebagaimana taqwa itu
harus dengan menjaga diri dari berbuat maksiat kepada Allah, mentaati
perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-laranganNya. Dan sungguh
pengakuan semata, itu sama sekali tidak bermanfaat, baik di dunia maupun di
akhirat.
3. Bertawakkal dan beribadah sepenuhnya kepada Allah
tidaklah berarti meninggalkan usaha untuk mencari penghi-dupan.
4. Silaturrahim itu tidak saja terbatas dalam hal harta,
tetapi menyambung (memberikan) apa yang mungkin diberi-kan dari kebaikan kepada
keluarga dekat, serta menolak bahaya dari mereka sesuai dengan kemampuan. Dan
sila-turrahim dengan ahli maksiat tidaklah menuntut adanya kecintaan, kasih
sayang dan berpura-pura dengan mereka. Tetapi sialturrahim dengan mereka adalah
berusaha meng-halangi mereka dari melakukan kemaksiatan.
Kemudian saya wasiatkan kepada suadara-saudaraku di
segenap penjuru dunia untuk tetap berpegang teguh dengan sebab-sebab rizki
tersebut. Sebab kebaikan segala-galanya adalah dengan berpegang teguh terhadap
apa yang disyari-'atkan Sang Pencipta dan keburukkan segala-galanya adalah
dengan berpaling daripadanya. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan
Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi
kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya
kepadaNya-lah kamu akan dikumpulkan." (Al-Anfal:
24).
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, pada-hal aku dahulunya adalah seorang
yang melihat?' Allah berfirman, 'Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat
Kami, maka kamu melupakannya dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun
dilupakan." (Thaha: 124-126).
Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan kepada
Nabi kita, kepada segenap keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Kemudian
akhir dari do'a kita adalah: "Alham-dulillahi Rabbil 'Alamin". (segala
puji bagi Allah, Rabb se-mesta alam).
MARAJI' ( SUMBER BACAAN )
- Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Amir Ala'uddin Al-Farisi, Mu'assasah Ar-Risalah, Beirut, cet. I 1408H., tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth.
- Ahkamul Qur'an, Imam Abu Bakr Ibnul Arabi, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun, tahqiq Ustadz Ali Muham-mad Al-Bajawi.
- Ihya' Ulumid Din, Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Darul Ma'rifah Beirut, tahun 1403H
- Al-Adabul Mufrad, Imam Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari, Alamul Kutub Beirut, cet. II 1405H, tartib dan kata pengantar Ustdaz Kamal Yusuf Al-Khut.
- Adhwa'ul Bayan fi Idhahil Qur'an bil Qur'an, Al-Allamah Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, dicetak atas dana Pangeran Ahmad bin Abdil Aziz Ali Su'ud, tahun 1403H.
- Aisarut Tafasir, Syaikh Abu Bakar Al-Jaza'iri, cet. 1407 H.
- Tahriru Alfadhit Tanbih/Lughatul Fiqh, Imam Muhyid-din An-Nawawi, Darul Qalam Damaskus, cet. I 1408 H, tahqiq Ustadz Abdul Ghani Ad-Daqr.
- Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami'it Tirmidzi, Syaikh Abdur-rahman Al-Mubarak Furi, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.
- Tafsirul Baghawi/Ma'alimut Tanzil, Imam Abu Muham-mad Al-Baghawi, Darul Ma'rifah Beirut, cet. I 1406 H, i'dad dan tahqiq Ustadz Khalid Abdurrahman Al-Ik dan Marwan Siwar.
- Tafsirut Tahrir wat Tanwir, Ustadz Muhammad Thahir Ibni Asyur, Ad-Darut Tunisiyah lin Nasyr Tunis,cet. 1984M.
- Tafsirul Khazin/Lubabut Ta'wil fi Ma'anit Tanzil, Al-Allamah Ala'uddin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan nama Al-Khazin, Darul Fikr Beirut, cet. 1399 H.
- Tafsir Abis Su'ud/Irsyadul Aql As-Salim ila Mazayal Qur'anil Karim, Al-Qadhi Abis Su'ud, Daru Ihya'it Turats Al-Arabi, tanpa tahun cetakan.
- Tafsir Ath-Thabari/Jami'ul Bayan min Ta'wili Ayil Qur'an, Imam Abu Ja'far Ath-Thabari, Darul Ma'arif Mesir, tanpa tahun cetakan, tahqiq Syaikh Mahmud Muhammad Syakir dan Ahmad Muhammad Syakir.
- Tafsir Al-Qasimi/ Mahasinut Ta'wil, Al-Allamah Mu-hammad Jamaluddin Al-Qasimi, Darul Fikr Beirut, cet. III 1398 H, tahqiq Syaikh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.
- Tafsir Al-Qurthubi/Al-Jami'li Ahkamil Qur'an, Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi, Dar Ihya'it Turats Al-Arabi, tanpa tahun cetakan.
- At-Tafsirul Qayyim, Imam Ibnul Qayyim, Darul Fikr Beirut, cet. 1408 H, dikumpulkan oleh Syaikh Muham-mad Uwais An-Nadawi, tahqiq Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi.
- At-Tafsirul Kabir/Mafatihul Ghaib, Imam Fakhruddin Ar-Razi, Darul Kutub Al-Ilmiah Teheran, cet. II, tanpa tahun cetakan.
- Tafsir Ibni Katsir/Tafsirul Qur'anil Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Darul Faiha' Damaskus dan Darussalam Riyadh, cet. I 1413 H, Pengantar Syaikh Abdul Qadir Al-Arna'uth.
- Tafsir Ibni Mas'ud , i'dad Ustadz Muhammad Ah-mad Isawi, Mu'assasah Al-Malik Faishal Al-Khairiyah, cet. I 1405 H.
- Tafsir Al-Manar, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Darul Ma'rifah Beirut, cet. II, tanpa tahun cetakan.
- At-Talkhis (dicetak bersama Al-Mustadrak Alash Sha-hihain), Al-Hafizh Adz-Dzahabi, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, tanpa tahun cetakan.
- Tanqihur Ruwat fi Takhriji Ahaditsil Misykat, Syaikh Ahmad Hasan Ad-Dahlawi, Al-Majlisul Ilmi As-Salafi Lahore, tanpa tahun cetakan.
- Jami'ut Tirmidzi (dicetak bersama Tuhfatul Ahwadzi), Imam Abu Isa Muhammad bin Isa, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.
- Hasyiatul Imam As-Sindi Ala Sunanin Nasa'i, Syaikh Abul Hasan As-Sindi, Darul Fikr Beirut, cet. 1348 H.
- Ruhul Ma'ani, Al-Allamah Mahmud Al-Alusi, Dar Ihya'it Turats Al-Arabi Beirut, cet. IV 1405 H.
- Zadul Masir fi Ilmit Tafsir, Imam Ibnul Jauzi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1984 M.
- Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. V 1405 H, tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth.
- Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah, Syaikh Muhammad Nashruddin Al-Albani, Al-Maktabah Al-Islamiah Oman dan Ad-Darus Salafiah Kuwait, 1403 H.
- Sunan Abu Daud (dicetak bersama Aunul Ma'bud), Imam Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.
- Sunan Ibni Majah, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwaini Ibni Majah, Syirkah Ath-Thiba'ah Al-Arabiyah As-Su'udiyah, cet. II 1404 H, tahqiq Dr. Muhammad Musthafa Al-A'zhami.
- Sunan An-Nasa'i (dicetak bersama Syarh As-Suyuthi wa Hasyiah As-Sindi), Imam Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu'aib An-Nasa'i, Darul Fikr Beirut, cet. I 1348 H.
- Syarhus Sunnah, Imam Al-Baghawi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1390 H, tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth dan Zuhair Asy-Syawish.
- Syarh Nawawi ala Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, Darul Fikr Beirut, 1401 H.
- Shahihul Bukhari (dicetak bersama Fathul Bari), Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wa Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, tanpa tahun cetakan.
- Shahih Ibni Khuzaimah, Imam Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Al-Maktab Al-Islami Beirut, tanpa tahun cetakan, tahqiq Dr. Muhammad Musthafa Al-A'zhami.
- Shahih Sunan At-Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi lil Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.
- Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.
- Shahih Sunan Ibni Majah, Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil Khalij, cet. III 1408 H.
- Shahih Sunan An-Nasa'i, Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.
- Shahih Muslim, Imam Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi, Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, cet. 1400 H, tahqiq Syaikh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.
- Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1412 H.
- Umdatul Qari' Syarh Shahihil Bukhari, Al-Allamah Badruddin Al-Aini, Darul Fikr Beirut, tanpa tahun cetakan.
- Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abu Daud, Al-Allamah Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.
- Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, Al-Hafizh ibnu Hajar, Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, tanpa tahun cetakan.
- Fathul Qadir, Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Al-Maktabah At-Tijariah Makkah Al-Mukarramah, catatan kaki Ust. Sa'id Muhammad Al-Lahham, tanpa tahun cetakan.
- Faidhul Qadir Syarh Al-Jami'ush Shaghir, Al-Allamah Muhammad yang dipanggil dengan Abdur Ra'uf Al-Manawi, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun cetakan.
- Al-Qamusul Muhith, Al-Allamah Majduddin Al-Fairuz Abadi, Al-Mu'assasah Al-Arabiyah lith Thiba'ah wan Nasyr Beirut, tanpa tahun cetakan.
- Kitabut Ta'rifat, Al-Allamah Al-Jurjani, Maktabah Lubnan Beirut, 1985 M.
- Kitab Az-Zuhd, Imam Abdullah Ibnu Mubarak, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, tahqiq Syaikh Habibur Rahman Al-A'zhami, tanpa tahun cetakan.
- Kitabus Sunan Al-Kubra, Imam Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu'aib An-Nasa'i, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1411 H, tahqiq Dr. Abdul Ghaffar Sulaiman Al-Bandari dan Sayid Karwi Hasan.
- Kitabun Nazhar wal Ahkam fi Jami'i Ahwalis Suuq, Imam Yahya bin Umar Al-Andalusi, Asy-Syirkah At-Tunisiah lit Tauzi', cet. 1975 M.
- Al-Kasysyaf 'an Haqa'iqit Tanzil wa 'Uyunil Aqawil fi Wujuhit Ta'wil, Al-Allamah Abul Qasim Az-Zamahsyari, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun cetakan.
- Kasyful Khafa' wa Muzilul Ilbas, Syaikh Ismail bin Muhammad Al-'Ajwali, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. IV 1405 H, tashhih Ust. Ahmad Al-Qalasy.
- Majma'uz Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, Al-Hafizh Nuruddin Al-Haitsami, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, cet. III, 1402 H.
- Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsiril Kitab Al-Aziz, Al-Qadhi Ibnu Athiyyah Al-Andalusi, tahqiq Al-Majlis Al-Ilmi bi Fas, tanpa penerbit dan tahun cetakan.
- Al-Mustadrak Alash Shahihain, Imam Abu Abdillah Al-Hakim, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, tanpa tahun cetakan.
- Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal, Darul Ma'arif lith Thiba'ah wan Nasyr Mesir, cet. III, tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir (Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal, Al-Maktab Al-Islami Beirut).
- Musnad Asy-Syihab, Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin Salamah Al-Qadha'i, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. II 1407 H, tahqiq Syaikh Hamdi Abdul Majid As-Salafi.
- Misykatul Mashabih, Syaikh Muhammad Abdullah Al-Hathib At-Tibrizi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. II 1399 H, tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
- Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, Imam Raghib Al-Ashfahani, Darul Ma'rifah Beirut, tahqiq Ust. Sayid Kailani, tanpa tahun cetakan.
- Nuzhatun Nazhar fi Taudhihi Nukhbatil Fikar, Al-Hafizh Ibnu Hajar, Penerbit Qur'an Mahal Karachi, tanpa tahun cetakan.
- An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Imam Ibnul Atsir, Al-Maktabah Al-Islamiyah Beirut, tahqiq Ust. Thahir Ahmad Az-Zawi dan Dr. Muhammad Ath-Thanaji.
- Hamisyul Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. I 1408 H.
- Hamisyul Musnad, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Darul Ma'arif lith Thiba'ah wan Nasyr Mesir, cet. III.
- Hamisy Misykatil Mashabih, Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. III 1399
H.
Harap Cantumkan Dicopy dari :
Website “Yayasan
Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Dilarang Keras Memperbanyak Buku ini untuk diperjual
belikan !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar