Kalender Hijriah


Selasa, 04 Juni 2013

Masalah Kependudukan di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

               A.      Latar Belakang
Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia adalah179,4 juta. Berarti Indonesia termasuk negara terbesar ke tiga di antara negara-negara yang sedang berkembang setelah Gina dan India. Dibanding dengan jumlah sensus tahun 1980 maka akan terlihat peningkatan penduduk Indonesia rata-rata 1,98% pertahun. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1995 sebanyak 195,3 juta jiwa.
Bila dilihat dari luas wilayah pada peta penyebaran penduduknya terlihat tidak merata di 27 propinsi. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di pulau Jawa, padahal luas pulau Jawa hanya 7% dari luas wilayah Indonesia. Dilain pihak pulau Kalimantan yang luas wilayahnya hanya ditempati oleh 5% dari jumlah penduduknya. Kondisi tersebut menunjukan bahwa kepadatan penduduk Indonesia tidak seimbang.
Kondisi tersebut memerlukan upaya pemerataan dan upaya tersebut telah dilaksanakan melalui program transmigrasi dan gerakan kembali ke Desa. Dilihat dari tingkat pertambahan penduduknya, Indonesia masih tergolong tinggi, hal ini bila tidak diupayakan pengendalianya akan menimbulkan banyak masalah.
Di Indonesia dari tingkat partisipasi anak usia sekolah baru mencapai 53% meskipun wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun telah dicanangkan oleh pemerintah. Dibanding negara tetangga, tingkat partisipasi pendidikan kita tergolong rendah. Hongkong misalnya tahun 1985 telah mencapai 95%, Korea Selatan 88% dan Singapura telah mencapai 95 %.
Masalah-masalah lain seperti ketenaga kerjaan 77% angkatan kerja masih berpendidikan rendah. Dampaknya terhadap pendapatan perkapita yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Juga terhadap kehidupan rumah tangga seperti perceraian dan perkawinan yang akan berpengaruh terhadap angka kelahiran dan kematian yang dalam banyak hal dijadikan indikator bagi kesejahteraan suatu negara.
Nampaknya sederhana, tetapi harus diingat bahwa manusia adalah sebagai subjek tetapi juga sekaligus objek pembangunan sehingga bila tidak diantisipasi mungkin pada gilirannnya akan berakibat ketidakstabilan atau kerapuhan suatu negara.

                B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kependudukan di Indonesia ?
2.      Seberapa besar tingkat kelahiran dan kematian penduduk di Indonesia ?
3.      Dan cara menyeimbangkan antara kelahiran dan kematian ?

                C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui perkembangan penduduk di Indonesia
2.      Untuk  mengetahui angka kematian dan angka kelahiran penduduk di Indonesia

               D.      Manfaat
1.         Memberikan sumbangsi ilmu kepada teman-teman dan para pembacanya tetang kependudukan di Indonesia.
2.         Diharapkan dapat menjembatani bagi para bapak/ibu agar mengetahui jumlah penduduk di Indonesia sehingga mendapat pengetahuan bahwa ternyata penduduk Indonesia sangat padat.


BAB II
PEMBAHASAN

            A.    Petumbuhan Penduduk Indonesia
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan maupun penurunannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi). Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami. Migrasi ada dua yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi masuk (imigrasi), dan yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi keluar (emigrasi).

           B.     Masalah Kependudukan Di Indonesia
1.      Masalah Akibat Angka Kelahiran
a.       Total Fertility Rate (TFR)
Hasil perkiraan tingkat fertilitas (metode anak kandung) menunjukan bahwa penurunan tingkat fertilitas Indonesia tetap berlangsung dengan kecepatan yang bertambah seperti nampak pada tabel di bawah ini :


Tingkat fertilitas secara keseluruhan dari periode 1981- 1984 ke periode 1986 -1989 turun sebesar 18 % atau sekitar 3,9% pertahun. Namun tingkat penurunan fertilitas mulai melambat atara periode 1986-1989 dan 1987-1990 yaitu menjadi 2,1% rata-rata pertahun.
Sensus Penduduk Indonesia 2010 (disingkat SP2010) adalah sebuah sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia pada tanggal 1 Mei - 15 Juni 2010. Awalnya sensus ditargetkan selesai pada 31 Mei 2010. Namun pada tanggal 31 Mei 2010, BPS memperpanjang waktu sensus penduduk Indonesia sampai tanggal 15 Juni 2010.
Ada beberapa daerah yang sudah menyelesaikan sensus sebelum tanggal 31 Mei, ada juga yang selesai sebelum 15 Juni. Sumber lainnya menyatakan bahwa sensus penduduk secara resmi berakhir pada 30 Juni 2010.
Ini adalah sensus penduduk ke-6 setelah 
Indonesia merdeka. Sensus ini menggunakan teknologi Intelligent Character Recognition/Optical Mark Reader (ICR/OMR). Dalam sensus ini akan diajukan 43 pertanyaan mengenai: kondisi dan fasilitas perumahan dan bangunan tempat tinggal, karakteristik rumah tangga dan keterangan individu anggota rumah tangga. Biaya sensus ini Rp 3,3 triliun.
BPS memperhitungkan biaya Sensus Penduduk 2010 hanya 1,5 dolar AS per jiwa dibandingkan dengan biaya sensus Amerika Serikat yang mencapai 3 dolar AS per jiwa. BPS mengerahkan 700.000 tenaga pencacah. Dalam sensus ini, BPS hanya akan mencacah penduduk yang sudah menetap di dalam negeri (menetap lebih dari 6 bulan; kecuali diplomat asing).
BPS mengumumkan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 lebih banyak dari 237 juta orang namun tidak akan melebihi 238 juta orang.[5][10][11]
Hasil pengolahan Angka Sementara diumumkan oleh Presiden 
Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Agustus 2010 di sidang paripurna DPR.
Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun.

Distribusi penduduk Indonesia:


b.       Age Spesific Fertility Rate (ASFR)
Hasil SP71 dan SP80 masih menunjukan bahwa tingkat kelahiran untuk kelompok umur wanita 20-24 tahun adalah yang tertinggi. Namun demikian terjadi pergeseran ke kelompok umur (25 -29) tahun pada hasil SP80 dan ini akan memberikan dampak terhadap penurunan tingkat fertilitas secara keseluruhan (Trend Fertilitas, Mortalitas dan Demografi, 1994: 18).
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkaitdengan SDM) sebagai berikut :
1.      Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek intelektual.
2.      Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi, akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negative dengan tingkat kesejahteraan penduduknya. Jika ASFR 20- 24 terus meningkat maka akan berdampak kepada investasi SDM yang semakin menurun.

Tahun ini, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 250 juta jiwa. Tanpa KB, 11 tahun lagi atau pada 2020, penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia.
Tetapi jika KB berhasil menekan angka laju pertumbuhan 0,5% per tahun, maka jumlah penduduk 2020 hanya naik menjadi sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan angka kelahiran sebanyak 15 juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3 juta jiwa dalam setahun.
Jika penurunan laju pertumbuhan penduduk sebanyak itu bisa tercapai, berarti negara bisa menghemat triliunan rupiah untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan jumlah kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan ibu dan anak, pengurangan angka kemiskinan, dan peningkatan pendapatan per kapitan dapat lebih mudah direalisasikan.
Sugiri memaparkan, pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai 2,6 anak per wanita subur. Angka tersebut tidak berubah pada 2007, sedangkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata masih 2,6 juta jiwa per tahun.
Untuk bisa menekan angka kelahiran sampai 1,3 juta jiwa setahun, BKKBN menargetkan tahun ini peserta KB baru dari keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera mencapai 12,9 juta keluarga.
Sugiri mengakui, pelaksanaan Progam KB kini kurang berdenyut seperti era Orde Baru.Pasalnya, di era otonomi saat ini, pemerintah daerah yang jadi ujung tombak pelaksanaan program justru loyo.Selain itu, BKKBN juga kekurangan petugas lapangan.Saat ini KB didukung oleh 22.000 petugas, “Kami butuh 13.000 penyuluh lagi.”

           C.    Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Kelahiran
-          Kebijakan pro-natalis dan anti-natalis dari pemerintah.
-          Tingkat aborsi.
-          Struktur usia-jenis kelamin yang ada.
-          Kepercayaan sosial dan religius - terutama berhubungan dengan kontrasepsi.
-          Tingkat buta aksara pada wanita.
-          Kemakmuran secara ekonomi (walaupun pada teorinya ketika sebuah keluarga memiliki ekonomi yang baik, mereka mampu untuk membiayai lebih banyak anak, dalam praktiknya kemakmuran ekonomi dapat menurunkan tingkat kelahiran).
-          Tingkat kemiskinan – anak-anak dapat dijadikan sumber ekonomi pada negara berkembang karena mereka bisa menghasilkan uang (tenaga kerja anak).
-          Angka Kematian Bayi - sebuah keluarga dapat mempunyai lebih banyak anak jika angka kematian bayi (Infant Mortality Rate / IMR) tinggi.
-          Urbanisasi.
-          Homoseksualitas - pria dan wanita homoseksual hampir seluruhnya tidak menjadi ayah dan ibu, mengurangi angka kelahiran tiap tahunnya.
-          Usia pernikahan.
-          Tersedianya pension

D.    Masalah akibat Angka Kematian Penduduk Indonesia
Selama hampir 20 tahun terakhir, Angka Kematian Bayi (AKB) mengalamipenurunan sebesar 51,0 pada periode 1967-1986. Tahun 1967 AKB adalah 145 per1000 kelahiran, kemudian turun menjadi 109 per 1000 kelahiran pada tahun 1976.Selama 9 tahun terjadi penurunan sebesar 24,8 persen atau rata-rata 2,8 persen per tahun. Berdasarkan SP90, AKB tahun 1986 diperkirakan sebesar 71 per 1000 kelahiran yang menunjukan penurunan sebesar 34,9 persen selama 10 tahun terakhir atau 3,5 persen pertahun (Trend Mortalitas, 66).

Tabel Perkiraan Angka Harapan Hidup (AHH)

Sumber: BPS Jatim, 2010

Sejalan dengan penurunan AKB, AHH menunjukan kenaikan. Pada tahun1971 AHH adalah 45,7 yang kemudian naik 6,5 tahun menjadi 52,2 pada SP80 dan mengalami kenaikan 7,6 menjadi 59,8 pada SP90, dan pda SP 2010 mangalami kenaikan menjadi 68,8. Masalah yang muncul akibat tingkat mortalitas adalah :
1.      Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas penampungan.
2.      Perlunya perhatian keluarga dan pemerintah didalam penyediaan gizi yangmemadai bagi anak-anak (Balita).
3.      Sebaliknya apabila tingkat mortalitas tinggi akan berdampak terhadap reputasiBIndonesia dimata dunia.

Pemecahan masalah angka kelahiran dan kematian :
a)      Kelahiran
Angka kelahiran perlu ditekan melalui :
-       Partisipasi wanita dalam program KB.
-       Tingkat pendidikan wan ita wanita mempengaruhi umur kawin pertama danpenggunaan kontrasepsi.
-       Partisipasi dalam angkatan kerja mempunyai hubungan negatif denganfertilitas.
-       Peningkatan ekonomi dan sosial.
b)      Kematian
Angka kematian perlu ditekan :
-        Pelayanan kesehatan yang lebih baik.
-        Peningkatan gizi keluarga.
-        Peningkatan pendidikan (Kesehatan Masyarakat)

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut jumlah penduduknya,Indonesia termasuk negara yang besar dan menduduki urutan terbesar ke tiga diantara negara-negara berkembang setelah Gina dan India.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 1990 penduduk Indonesia berjumlah 179,4 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat sekitar 1,98% per tahunnya. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 1995 adalah 195,3 juta jiwa. Dari kondisi semacam ini timbul berbagai masalah kependudukan antara lain: Ketidak merataan penyebaran penduduk di setiap Propinsi. Di Indonesia berdasarkan SP 1990 kurang lebih 60% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas seluruh wilayah Indonesia. Sebaliknya Kalimantan yang mempunyai luas 28 persen dari seluruh daratan Indonesia hanya dihuni oleh lebih kurang lebih 5% penduduk sehingga secara regional kepadatan penduduk sangatlah timpang.
Tingkat pendidikan penduduk yang bekerja, tampak masih rendah di mana tingkat pendidikan yang terbanyak adalah SD, yaitu 37,6% dari seluruh penduduk yang bekerja. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu. Pada tahun 1993, dari sekitar 1,2 juta orang yang terdapat sebagal PENCARI KERJA HANYA SEKITAR 328.000 atau 27 % yang memperoleh penempatan.

B.     Saran
·           Untuk hasil yang akurat kita perlu berkoordinasi dengan BPS untuk dapat mengetahui jumlah pasti penduduk Indonesia pada tahun tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar